Jakarta, CNBC Indonesia - Setiap uang yang tak dilaporkan, setiap transaksi tunai yang tak tercatat, menyisakan jejak samar di balik statistik ekonomi dunia. Ada ekonomi yang tak tersentuh pajak, tak terdata negara, tapi bernilai ribuan triliun rupiah. Dunia diam-diam ditopang oleh sesuatu yang tak terlihat.
Inilah ranah "ekonomi bayangan" atau shadow economy, sebuah ruang gelap bernilai US$12,5 triliun pada 2023 setara dengan gabungan output ekonomi Jerman, Jepang, dan India.
Menurut laporan Ernst & Young (EY) Global Shadow Economy Report 2025, nilai tersebut merepresentasikan 11,8% Produk Domestik Bruto (PDB) global. Tapi di banyak negara berkembang, proporsinya bisa melonjak dua kali lipat lebih.
Ekonomi bayangan mencakup segala aktivitas yang tak tercatat dalam PDB resmi, dari pedagang kaki lima tanpa izin, usaha mikro yang tak membayar pajak, hingga jaringan perdagangan narkoba internasional. Sumbernya bukan semata aktivitas ilegal, tapi juga sektor informal yang legal namun tidak diregulasi.
Satu pendekatan populer untuk mengukurnya adalah metode permintaan uang tunai semakin tinggi penggunaan uang tunai tanpa pelaporan, semakin besar kemungkinan aktivitas berada di luar radar pemerintah.
Tak semua wilayah sama gelapnya. Kawasan dengan kelembagaan lemah, tingkat korupsi tinggi, dan ketidakpercayaan terhadap negara umumnya mencatatkan ekonomi bayangan terbesar. Sementara negara-negara maju dengan sistem pajak dan pengawasan ketat cenderung punya porsi lebih kecil.
Afrika Timur mencatatkan rekor tertinggi, 41,6% PDB berasal dari ekonomi bayangan. Negara-negara seperti Sudan Selatan, Somalia, dan Ethiopia menghadapi tantangan struktural, mulai dari korupsi, konflik, hingga lemahnya sistem birokrasi.
Sementara Asia Selatan (27,2% dari PDB) menjadi episentrum sektor informal global. Di Nepal, ekonomi bayangan mencapai 51% dari PDB. Pakistan menyusul dengan 35%. Di wilayah ini, lebih dari 75% tenaga kerja berada di sektor informal, dari penjual kaki lima hingga pengrajin rumahan.
Meski hanya mencakup 5% dari PDB, ekonomi bayangan Amerika Serikat secara nilai absolut mencapai US$1,4 triliun terbesar kedua di dunia setelah China.
Fenomena ini memperlihatkan bahwa bahkan di negara dengan sistem perpajakan kompleks sekalipun, ekonomi gelap tetap subur. Bedanya, di negara maju, sektor ini lebih tersembunyi berwujud transaksi freelance tak dilaporkan, usaha rumahan, hingga pelanggaran pajak korporasi kecil.
Lantas apa pentingnya? ekonomi bayangan adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, ia menyerap tenaga kerja yang terpinggirkan, terutama di negara berkembang. Di sisi lain, ia menggerogoti basis pajak, menciptakan ketimpangan, dan mengaburkan gambaran ekonomi riil.
Bagi pembuat kebijakan, memahami peta ekonomi bayangan adalah kunci untuk merancang reformasi pajak, meningkatkan inklusi keuangan, dan membangun kepercayaan publik.
Ekonomi gelap tak selalu soal kejahatan. Ia bisa lahir dari ketidakpercayaan, dari sistem yang terlalu rumit, atau sekadar dari kebutuhan bertahan hidup. Tapi saat ekonomi sebesar US$12,5 triliun mengalir tanpa pengawasan, dunia tak bisa lagi menutup mata.
Mengapa begitu banyak yang memilih bersembunyi di dalamnya?
CNBC Indonesia Research
(emb/wur)