Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar baik bagi investor PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA). Maskapai nasional tersebut akan menerima suntikan dana dari holding operasional Danantara.
Harga saham GIAA terpantau telah mencatatkan kenaikan luar biasa dalam sebulan terakhir. Di kala Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot, saham GIAA justru melesat signifikan.
Terpantau dalam pergerakan saham GIAA dalam sebulan terakhir telah mencatatkan kenaikan 28% dan sepanjang tahun 2025 telah melesat 40%. Hingga perdagangan intraday hari ini Rabu (25/6/2025), saham GIAA berada di level Rp77 per lembar saham.
Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) melalui PT Danantara Asset Management (Persero) memberikan pinjaman dana kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) untuk mendukung transformasi pengelolaan portofolio strategis.
Direktur Utama Garuda Indonesia Wamildan Tsani mengatakan dukungan transformasi komprehensif ini mencakup optimalisasi bisnis, pendanaan jangka panjang, seta pendampingan menyeluruh berbasis tata kelola dan restrukturisasi penyehatan kinerja senilai US$ 405 juta atau setara dengan Rp 6.650.505.000.000.
Melalui sinergi ini, pendanaan tersebut untuk mendanai kebutuhan maintenance, repair and overhaul (MRO), yang merupakan bagian dari total dukungan pendanaan bernilai sekitar US$ 1 miliar.
Hal tersebut dilakukan untuk menjaga keberlangsungan operasional dan kualitas layanan Garuda Indonesia dan Citilink, bersamaan dengan persiapan fondasi transformasi jangka panjang kedua belah pihak.
Suntikan dana ini diharapkan memberikan dampak positif terhadap pemulihan kinerja, kepercayaan pasar, dan daya saing Garuda Indonesia secara menyeluruh, termasuk melalui integrasi teknologi untuk mendorong efisiensi dan produktivitas operasional.
Selanjutnya, dukungan pembiayaan tersebut akan diikuti oleh berbagai langkah yang berfokus pada optimalisasi kinerja operasional dan keuangan guna mendukung transformasi bisnis jangka panjang menjadi maskapai penerbangan yang berkelanjutan.
Di tengah tren pemulihan trafik udara di Asia dan Pasifik yang masih berlangsung, proyeksi pertumbuhan trafik udara di Indonesia akan mencapai rata-rata 8% selama 4 tahun ke depan.
Pertumbuhan ini menjadi landasan bagi Garuda Indonesia Group untuk segera memperkuat posisi sebagai player di transportasi udara, baik di pasar domestik maupun di pasar internasional.
Diproyeksikan Garuda Indonesia akan mengoperasikan total sekitar 120 pesawat hingga lima tahun ke depan. Dengan kemitraan bersama Danantara akan mendorong percepatan akselerasi kinerja Garuda Indonesia sebagai nasional flag carrier yang kuat dan berdaya saing tinggi.
Suntikan dana dari Danantara tentu akan mendorong performa operasional dan kinerja keuangan Garuda Indonesia ke depan.
Diketahui Garuda Indonesia masih membukukan kerugian pada laporan keuangan terbarunya. Garuda Indonesia membukukan rugi bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$76,48 juta atau Rp1,26 triliun (asumsi kurs Rp16.603 per dolar AS) per kuartal I 2025. Akan tetapi kerugian tersebut turun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$87,03 juta atau Rp1,44 triliun.
Penurunan kerugian didorong oleh kenaikan pendapatan usaha sebesar 1,62% secara tahunan (yoy) menjadi US$723,56 juta atau Rp12,01 triliun pada kuartal I 2025, dibandingkan US$711,98 juta atau Rp11,82 triliun pada kuartal I 2024.
Kontributor pendapatan usaha Garuda Indonesia terbesar dari operasi penerbangan US$668,56 juta. Segmen usaha jasa pemeliharaan pesawat juga menyumbang pendapatan usaha sebesar US$95,36 juta. Adapula, pendapatan dari operasi lain-lain sebesar US$93,7 juta.
Namun dari sisi beban, beban usaha tercatat naik 2,19% (yoy) menjadi US$718,35 juta pada kuartal I 2025, dibandingkan US$702,92 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Garuda Indonesia juga mencatatkan laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi alias EBITDA positif sebesar US$197 juta. Sayangnya ekuitas masih negatif, di mana liabilitas Garuda Indonesia melebihi asetnya. Tercatat, aset mencapai US$6,45 miliar pada kuartal I 2025. Sementara, liabilitas mencapai US$7,88 miliar. Alhasil, ekuitas negatif GIAA mencapai US$1,43 miliar pada periode yang berakhir 31 Maret 2025.
Namun secara keseluruhan terjadi perbaikan fundamental. Hal itu didukung oleh keberhasilan Garuda Indonesia grup dalam melakukan restrukturisasi utangnya yang dituangkan dalam keputusan homologasi pada 27 Juni 2022. Saat restrukturisasi, GIAA memperoleh pendanaan sejumlah Rp7,5 triliun dan Rp725 miliar yang berasal dari penyertaan modal negara atau PMN, serta PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)