Jakarta, CNBC Indonesia - Ekspor Indonesia ke China diperkirakan meningkat usai meredanya ketegangan soal tarif impor dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China.
Perang dagang berkepanjangan antara AS dan China akhirnya sedikit mereda setelah kedua negara sepakat memangkas tarif impor secara signifikan. Kesepakatan ini mengejutkan banyak pihak karena hasilnya lebih baik dari perkiraan.
Dalam kesepakatan yang dibuat pada Senin (12/5), tarif AS terhadap produk China dipangkas dari 145% menjadi 30%, dan tarif China terhadap produk AS turun dari 125% menjadi 10% selama 90 hari ke depan.
Dengan damainya soal tarif impor dagang kedua negara ini diharapkan dapat memberikan angin segar bagi Indonesia yang merupakan mitra dagang dari kedua negara ini.
Terkhusus China, porsi ekspor Indonesia ke China sebesar lebih dari 20%. Artinya, apabila roda perekonomian China dapat bergerak lebih baik usai tarif impor dagang yang jauh lebih rendah dibandingkan sebelumnya, hal ini diharapkan dapat mendorong pasar Indonesia.
Ekspor Indonesia ke China
Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan (Kemendag), top 10 ekspor Indonesia ke China periode Januari-Desember 2024 yakni ferro-nickel, lignite, nickel oxide sinters, dan lain sebagainya.
Dengan pengelompokan HS 8 digit, ferro-nickel menjadi barang ekspor terbesar pada 2024 ke China sejumlah US$13,26 miliar. Kemudian di posisi kedua yakni Lignite, whether or not pulverised, but not agglomerated yang diekspor sebesar US$7,17 miliar. Posisi ketiga yakni Nickel oxide sinters and other intermediate products; of nickel metallurgy yang sejumlah US$3,93 miliar.
Komoditas ini diperkirakan akan mengalami kenaikan permintaan lagi setelah perang dagang AS-China mereda. Pasalnya, meredanya perang dagang diperkirakan bisa membuat ekonomi China yang semula melandai akan bisa berjalan lebih cepat. China pun membutuhkan komoditas asal Indonesia untuk menopang pertumbuhannya.
Sementara dari sisi pertumbuhannya, hanya dua dari 10 top komoditas yang diekspor ke China, yakni komoditas Copper ores and concentrates dan komoditas Nickel oxide sinters and other intermediate products; of nickel metallurgy yang masing-masing tumbuh sebesar 40,69% dan 47,61%.
Berbagai komoditas juga relatif mengalami kenaikan belakangan ini, seperti nikel dan batu bara, meskipun tembaga cenderung mengalami penurunan sejak akhir April 2025.
Kenaikan harga komoditas memberikan dampak besar terhadap ekspor Indonesia ke China. Di satu sisi, lonjakan harga dapat meningkatkan nilai ekspor Indonesia. Hal ini berpotensi memperkuat keseimbangan perdagangan dan menambah pemasukan negara.
Namun hal yang perlu diperhatikan adalah jika harga komoditas meningkat terlalu tajam, industri di China yang bergantung pada bahan baku dari Indonesia dapat menghadapi kenaikan biaya produksi, sehingga permintaan terhadap ekspor Indonesia bisa menurun. Dengan demikian, meskipun kenaikan harga komoditas berpotensi memberikan keuntungan bagi Indonesia dalam jangka pendek, diperlukan strategi untuk menjaga keseimbangan antara harga yang kompetitif dan volume ekspor yang tetap stabil dalam jangka panjang.
Foto: Harga Komoditas Coal, Nickel, dan Copper
Sumber: Trading Economics
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)