Beda Data Kemiskinan RI Versi BPS dan Bank Dunia, Ini Penjelasannya!

1 day ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Perbedaan data kemiskinan Indonesia yang dirilis Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS) menuai perhatian publik. Hal ini dikarenakan selisih yang signifikan, bagi bumi dan langit.

Data Kemiskinan Bank Dunia

Bank Dunia atau World Bank menaikkan garis kemiskinan global dengan mengadopsi besaran paritas daya beli atau Purchasing Power Parities (PPP) 2021 dari yang sebelumnya menggunakan PPP tahun referensi 2017.

2021 PPP ini telah dipublikasikan Bank Dunia dalam The International Comparison Program (ICP) edisi Mei 2025. Penerapan 2021 PPP ini menyebabkan Bank Dunia merevisi ke atas garis kemiskinan global.

"Penerapan PPP tahun 2021 menyiratkan adanya revisi terhadap garis kemiskinan global," dikutip dari dokumen Bank Dunia berjudul June 2025 Update to the Poverty and Inequality Platform (PIP)

Dalam dokumen Update to the Poverty and Inequality Platform (PIP) edisi Juni 2025, Bank Dunia merevisi ke atas tiga lini garis kemiskinan. Untuk garis kemiskinan internasional atau yang biasanya menjadi ukuran tingkat kemiskinan ekstrem dari semula US$ 2,15 2017 PPP menjadi US$ 3.00 2021 PPP.

Lalu, untuk garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke bawah dari US$ 3,65 menjadi US$ 4,20. Sementara itu, untuk garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke atas, seperti Indonesia di dalamnya, dari semula sebesar US$ 6,85 2017 PPP menjadi US$ 8,30 2021 PPP.

PPP itu sendiri merupakan ukuran standar yang dibuat untuk membandingkan sekumpulan harga barang dan jasa yang identik di berbagai negara dengan penyesuaian nominal nilai tukarnya. Nilai dolar AS di situ bukanlah kurs nilai tukar saat ini di pasaran, melainkan sebatas penanda paritas daya beli.

Bank Dunia menegaskan, revisi terhadap tiga lini garis kemiskinan itu berdasarkan 2021 PPP membuat jumlah kemiskinan di berbagai belahan dunia ikut naik.

Kawasan Asia Timur dan Pasifik misalnya, jumlah orang miskinnya bila menggunakan standar garis kemiskinan ekstrem US$ 3 2021 PPP menjadi sebanyak 54 juta orang per Juni 2025, dari data per September 2024 sebanyak 20, 3 juta orang dengan standar US$ 2,15 2017 PPP.

Kawasan Amerika Latin dari sebanyak 22,6 juta jiwa menjadi 33,6 juta jiwa. Eropa dan Asia Tengah dari 2,4 juta jiwa menjadi 5,3 juta jiwa, dan Sub-Saharan Afrika dari 448 juta jiwa menjadi 558,8 juta jiwa.

"Sebagian besar revisi ke atas ini berasal dari Afrika Sub-Sahara, yang merupakan rumah bagi dua pertiga dari jumlah penduduk miskin ekstrem di dunia," kata Bank Dunia dalam Poverty and Inequality Platform (PIP) edisi Juni 2025 itu.

Bila menggunakan standar garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke atas yang sebesar US$ 8,30 2021 PPP, maka jumlah orang miskin di Kawasan Asia Timur dan Pasifik menjadi 679,2 juta jiwa per Juni 2025, dari sebelumnya 584,2 juta jiwa.

Kawasan Amerika Latin dari sebanyak 165 juta jiwa menjadi 185,2 juta jiwa. Eropa dan Asia Tengah dari 40,3 juta jiwa menjadi 59.3 juta jiwa, dan Sub-Saharan Afrika dari 1,06 miliar jiwa menjadi 1,06 miliar jiwa.

Adapun untuk Indonesia, bila dihitung secara kasar kenaikan standar garis kemiskinan itu menggunakan asumsi linier, yakni jumlah penduduk miskin naik proporsional terhadap kenaikan standar PPP, angkanya juga naik.

Jumlah kenaikan orang miskin ini mendasari dari jumlah populasi di Indonesia pada 2024 yang sebanyak 285,1 juta, serta tingkat kemiskinan dan jumlah penduduk miskin Indonesia berdasarkan data Macro Poverty Outlook Bank Dunia edisi April 2025.

Dalam dokumen Macro Poverty Outlook edisi April 2025, Bank Dunia mencatat tingkat kemiskinan di Indonesia dengan standar garis kemiskinan negara berpendapatan menengah atas US$ 6,85 2017 PPP per kapita per hari adalah 60,3% dari jumlah penduduk pada 2024, yakni setara 171,91 juta jiwa.

Maka, bila mempertimbangkan asumsi linier kenaikan garis kemiskinan negara berpendapatan menengah atas menjadi US$ 8,30 2021 PPP per kapita per hari dari sebelumnya US$ 6,85 2017 PPP, jumlah penduduk miskin di Indonesia menjadi sekitar 208,38 juta jiwa. Tingkat kemiskinannya setara 73,1% dari total penduduk pada 2024.

Penting dicatat, jumlah kenaikan penduduk miskin Indonesia itu sebatas perhitungan dasar membandingkan kenaikan standar garis kemiskinan negara berpendapatan menengah atas dengan jumlah penduduk miskinnya, bukan tertuang secara resmi dalam dokumen Bank Dunia atau World Bank.

Data Kemiskinan Versi BPS

BPS mengukur kemiskinan di Indonesia dengan pendekatan kebutuhan dasar atau Cost of Basic Needs (CBN). Jumlah rupiah minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar ini dinyatakan dalam Garis Kemiskinan. Garis kemiskinan dihitung berdasarkan pengeluaran minimum untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non-makanan. Komponen makanan didasarkan pada standar konsumsi minimal 2.100 kilokalori per orang per hari, disusun dari komoditas umum seperti beras, telur, tahu, tempe, minyak goreng, dan sayur, sesuai pola konsumsi rumah tangga Indonesia. Komponen non-makanan mencakup kebutuhan minimum untuk tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, pakaian, dan transportasi.

Garis kemiskinan dihitung berdasarkan hasil pendataan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang memotret atau mengumpulkan data tentang pengeluaran serta pola konsumsi masyarakat. Susenas dilaksanakan 2 kali dalam setahun. Tahun 2024, Susenas dilaksanakan pada bulan Maret dengan cakupan 345.000 rumah tangga di seluruh Indonesia, dan pada bulan September dengan cakupan 76.310 rumah tangga. Pengukuran dilakukan pada tingkat rumah tangga, bukan individu, karena pengeluaran dan konsumsi dalam kehidupan nyata umumnya terjadi secara kolektif.

"Oleh karenanya, garis kemiskinan yang dihitung oleh BPS dapat mencerminkan kebutuhan riil masyarakat Indonesia," tulis BPS dalam siaran pers.

Penghitungan serta rilis angka garis kemiskinan BPS dilakukan secara rinci berdasarkan wilayah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, dengan membedakan antara perkotaan dan perdesaan. Pada September 2024, garis kemiskinan nasional per kapita tercatat Rp595.242 per bulan. Namun, perlu diperhatikan, konsumsi terjadi dalam konteks rumah tangga, bukan per orang. Rata-rata rumah tangga miskin terdiri dari 4,71 anggota rumah tangga, sehingga garis kemiskinan untuk satu rumah tangga secara rata-rata nasional adalah Rp2.803.590 per bulan. Garis kemiskinan berbeda untuk setiap provinsi, sebab garis kemiskinan dan rata-rata anggota rumah tangga miskin untuk setiap provinsi berbeda. Sebagai contoh, garis kemiskinan rumah tangga di DKI Jakarta mencapai Rp4.238.886, di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar Rp3.102.215, dan di Lampung sebesar Rp2.821.375. Perbedaan ini mencerminkan perbedaan tingkat harga, standar hidup, dan pola konsumsi di setiap daerah.

"Perlu kehati-hatian dalam membaca angka garis kemiskinan."

Garis kemiskinan adalah angka rata-rata yang tidak memperhitungkan karakteristik individu seperti usia, jenis kelamin, atau jenis pekerjaan. Secara mikro, angka ini tidak bisa langsung diartikan sebagai batas pengeluaran orang per orang. Sebagai contoh, di DKI Jakarta, garis kemiskinan per kapita pada September 2024 adalah Rp846.085 per bulan. Jika ada satu rumah tangga dengan lima anggota (ayah, ibu, dan tiga balita) maka tidak tepat jika diasumsikan bahwa kebutuhan atau pengeluaran ayah sama dengan balita. Karena konsumsi terjadi dalam satu rumah tangga, pendekatan yang lebih tepat adalah melihat garis kemiskinan rumah tangga. Dalam kasus ini, garis kemiskinan rumah tangga tersebut adalah Rp4.230.425 per bulan. Angka inilah yang lebih representatif untuk memahami kondisi sosial ekonomi rumah tangga tersebut.

Terakhir, perlu dipahami pula bahwa penduduk yang berada di atas garis kemiskinan (GK) belum tentu otomatis tergolong sejahtera atau kaya. Di atas kelompok miskin, terdapat kelompok rentan miskin (1,0-1,5 x GK), kelompok menuju kelas menengah (1,5-3,5 GK), kelas menengah (3,5-17 x GK), dan kelas atas (17 x GK). Kondisi September 2024, persentase kelompok miskin adalah 8,57 persen (24,06 juta jiwa), kelompok rentan miskin adalah 24,42 persen (68,51 juta jiwa); kelompok menuju kelas menengah 49,29 persen (138,31 juta jiwa), kelas menengah 17,25 persen (48,41 juta jiwa), dan kelas atas 0,46 persen (1,29 juta jiwa).


(arj/mij)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Bak Langit & Bumi Beda Kemiskinan RI Versi BPS & Bank Dunia

Next Article Data Terbaru Bank Dunia: 200 Juta Warga RI Miskin

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
800hoki download slot games 2000hoki download slot games
4000hoki download slot games 6000hoki download slot games
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |