Bapak Pendidikan RI Ternyata Cuma Punya Ijazah SD-Pernah DO Kuliah

13 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Nama Soewardi Soeryaningrat alias Ki Hajar Dewantara harum dikenal sebagai Bapak Pendidikan. Karena itu pulalah, hari kelahirannya, yakni tanggal 2 Mei, ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional.  Sebagai penghormatan Indonesia kepada Ki Hajar Dewantara karena pemikiran besarnya memajukan dunia pendidikan Tanah Air. 

Namun, belum banyak orang tahu ternyata Bapak Pendidikan Indonesia hanya lulus sekolah setara SD pada zaman sekarang. Dan juga pernah drop out kuliah karena alasan tertentu. Bagaimana bisa?

Masa Sekolah Ki Hajar Dewantara

Soewardi Soeryaningrat berasal dari kalangan elit Jawa. Kedua orang tuanya masih menjadi bagian keluarga Pangeran Paku Alam. Hanya saja, jalan hidup keluarga Soewardi tak mulus. Di tengah jalan keluarganya mendadak jatuh miskin, sehingga dia tak mendapat keistimewaan penuh sebagai keluarga elit. 

"[...] Meskipun Soewardi dan Soeryopranoto (red, saudara kandung Soewardi) dilahirkan dalam keluarga aristokratis, tetapi karena status ekonomi, mereka termasuk aristrokratis yang kurang mempunyai hak istimewa," ungkap Sejarawan Savitri Prastiti Scherer dalam Keselarasan dan Kejanggalan (1975). 

Atas dasar ini, pria kelahiran 2 Mei 1889 ini tak menerima pendidikan yang paling istimewa untuk golongan elite pribumi, yakni Hoogere Burgerschool (HBS) atau sekolah di Belanda, tetapi bersekolah di Europese Lagere School (ELS). 

Mengutip riset peneliti sejarah, Fakhriansyah, berjudul "Akses Pendidikan Bagi Pribumi Pada Periode Etis" (2019), ELS merupakan sekolah rendah yang dibuka pemerintah bagi anak-anak keturunan Eropa, timur asing, atau anak pribumi golongan elit. Pada masa sekarang, ELS setara dengan Sekolah Dasar (SD). 

Sekalipun setara SD pada masa sekarang atau dahulu tergolong sekolah rendah, ELS termasuk sekolah elite yang tak bisa dimasuki begitu saja oleh pribumi lain. Pribumi yang bisa masuk pun tak sembarangan dan harus bersusah payah terlebih dahulu.

"Penerimaan anak pribumi dibolehkan asal jumlahnya kurang dari jumlah anak Belanda," tulis Fakhriansyah. 

Soewardi tercatat masuk ELS pada tahun 1896 atau usia 7 tahun. Lalu setelahnya dia kemudian masuk ke School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA) atau Sekolah Pendidikan Dokter Bumiputera di Weltevreden (Kini Gambir).

STOVIA memiliki masa belajar selama 9 tahun dan lulusannya punya kualifikasi sebagai seorang ahli. Pada masa sekarang, status STOVIA sama seperti universitas. Namun, jejak Soewardi di STOVIA tak lama. Pada 1909, dia terpaksa mengundurkan diri (Drop out) karena sering sakit-sakitan. 

"Berhubung fisiknya yang kurang kuat, menyebabkan dia sering sakit-sakitan, sehingga beasiswa yang diterimanya harus dicabut sebagai akibat dari seringnya tidak masuk sekolah," ungkap Sejarawan Djoko Marihandono dalam Ki Hajar Dewantara: Pemikiran & Perjuangannya (2017).

Dengan demikian, pengalaman pendidikan Soewardi tercatat hanya lulusan ELS atau setara SD dan mengundurkan diri (Drop Out) dari STOVIA. Setelah tak bersekolah, dia kemudian memutuskan untuk bekerja. Mulai dari buruh pabrik gula di Probolinggo, petugas perkebunan di Jawa Tengah, staf di perusahaan obat, hingga wartawan. 

Lebih dari Ijazah & Gelar

Meski begitu, pemikiran di sektor pendidikan melebihi kepemilikan ijazah dan gelar. Sejarah mencatat, Soewardi jadi salah satu tokoh pergerakan yang aktif di dunia pendidikan lewat pendirian Taman Siswa di Yogyakarta pada 1922.

Sejarawan asal Jepang, Tsuchiya Kenji, dalam Demokrasi dan Kepemimpinan: Kebangkitan Gerakan Taman Siswa (1992) menyebut, Taman Siswa berdiri karena Soewardi melihat sistem pendidikan Belanda sangat diskriminatif. Dia membuat Taman Siswa sebagai sekolah tak resmi agar semua pribumi bisa bersekolah. 

Di sana, Soewardi mengembangkan pemikiran-pemikiran pendidikan yang masih sangat relevan hingga sekarang. Salah tiga paling populer adalah terkait bagaimana guru mendidik para murid, yakni Ing Ngarsa Sung Tuladha (guru adalah pendidik yang memberi teladan), Ing Madya Mangun Karsa (guru harus membangun semangat, dan Tut Wuri Handayani (guru di belakang memberi dorongan). 

Berkat kiprahnya di sektor pendidikan, Soewardi kemudian ditetapkan sebagai pahlawan nasional tak lama setelah wafat pada 26 April 1959. Lalu, tanggal kelahirannya, 2 Mei, dirayakan sebagai Hari Pendidikan Nasional lewat SK Presiden No.316 tanggal 16 Desember 1959. 


(mfa/mfa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |