Jakarta, CNBC Indonesia - Peredaran barang bajakan atau "barang KW" alias merek palsu di dalam negeri tengah jadi sorotan. Setelah Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) dalam laporan terbaru 2025 National Trade Estimate (NTE) menyebut kawasan pusat perbelanjaan Mangga Dua dan sejumlah platform belanja online, berulangkali masuk daftar pengawasan USTR terkait pemalsuan dan pembajakan hak kekayaan intelektual (HKI).
Pengusaha ritel modern - pedagang di pusat perbelanjaan/ mal (tenant) pun buka suara terkait peredaran barang bajakan alias merek palsu di Indonesia. Ketua Umum Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengakui banyak barang palsu yang beredar di mal-mal dan mendukung upaya pemberantasan barang palsu.
"Iya, dari dulu ya mana boleh sih. Industri dari awal kan menentang barang palsu karena merugikan ekonomi dan juga emang nggak boleh secara hak cipta. Jadi statement kami mendukung penindakan terhadap semua barang palsu, kecuali barang asli yang dijual preloved ya, kalau barang bekas pake dijual ya ngga apa-apa. Kalau asli dari Indonesia belinya, bukan dari thrifting ya," katanya kepada CNBC Indonesia dikutip Jumat (2/5/2025).
Di sisi lain, Budihardjo mengungkapkan hal tak terduga. Ternyata, pemalsuan merek tak hanya dialami produk global atau luar negeri. Tapi juga barang produksi dan merek asli RI.
"Sebenarnya palsu itu nggak hanya merek luar. Contoh, Hammer, seperti beberapa merek Coconut Island juga sering dipalsu, itu lokal-lokal brand. Misalnya logo Hammer, itu dipalsuin juga, dibikin mirip kayak begitu, dimiringin (palunya)," sebut Budihardjo.
Minta Pengelola Mal Selektif Pilih Tenant
Di sisi lain, Budihardjo mengungkapkan, barang palsu dengan mudah dijumpai di beberapa pusat perbelanjaan kelas menengah seperti Mangga Dua, bukan kelas atas.
"Kalau mal besar kan kalangannya menengah dan menengah atas tuh udah tau, nggak mau, mereka nggak mau beli, dan juga pengelola mal-nya juga nggak mengizinkan ya, kalau ada barang-barang palsu gitu, nggak mengizinkan," sebut Budihardjo.
"Ya, kami harapkan pengelola mall bisa (selektif). Pengelola mal sih pasti sudah selektif ya, susah mengontrol barang yang dijual oleh tenant, yang paling harus selektif tuh ya yang jualnya harus tahu tentang sanksi hukum, kalau sampai ada ketahuan kan ada sanksi hukumnya untuk barang palsu," ujarnya.
(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Jerit Hati Pengusaha Tekstil ke DPR: Importir 'Nakal' Binasakan
Next Article Tas "Coach-Michael Kors" Diobral Murah, Ada yang Dilego Rp50.000