Jakarta, CNBC Indonesia - Belum lama ini, pengusaha tekstil dan produk tekstil (TPT) yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menyurati Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa. Isinya menyoroti industri tekstil dan upaya menyelamatkannya.
Surat itu tertanggal 10 Oktober 2025 dan ditandatangani oleh Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta.
Dalam surat disebutkan soal kebutuhan hubungan pemerintah dan pelaku usaha untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional 8%.
Redma juga menyoroti soal impor TPT ilegal. Masalah ini memperlebar gap data perdagangan dengan negara lain, khsuusnya China dan Singapura.
"Selain kehilangan pendapatan sekitar Rp54 triliun per tahun, negara dirugikan dengan persaingan pasar tidak sehat sehingga tingkat utilisasi produsen dalam negeri turun, melakukan PHK hingga menutup perusahaannya terutama di sektor tekstil dan produk tekstil, alas kaki, elektronik hingga perkakas rumah tangga," isi salah satu bagian surat tersebut.
Redma juga menyebutkan 5 akar sumber permasalahan tersebut.
Berikut rangkumannya:
1. Ditjen Bea Cukai tidak menggunakan sistem port-to-port manifest, yakni Pemberitahuan Impor Barang (PIB/Inland Manifest) yang dibuat tidak berdasarkan pada Master B/L. Hal ini membuat praktik misdeclared digunakan importir nakal dan masuk dalam jalur hijau atau tanpa pemeriksaan fisik oleh oknum Ditjen Bea Cukai.
2. Pemeriksaan kontainer tanpa AI Scanner. Sebagian kontainer disebut juga masuk jalur hijau karena untuk mengurangi dweling time.
3. Ditjen Bea Cukai memberikan banyak fasilitas impor (KB/PLB/GB/MITA) berlebihan. Namun tidak ada sumber daya cukup untuk mengawasi
4. Aturan barang bawaan dan kiriman yang ringan. Hal ini membuat oknum importir melakukan modus menghindari membayar Bea Mausk dan Perpajakan
5. Lemahnya penegakan hukum dan kerjasama antar oknum importir, logistik, petugas Ditjen Bea Cukai, dan oknum pejabat lain dengan perlindungan oknum aparat penegak hukum kian kuat dan membentuk jaringan mafia impor.
Usulan Solusi
Redma juga memberikan lima solusi untuk mengatasi masalah tersebut:
a. Menerapkan sistem Elektronic Data Interchange (EDI). Master B/L menjadi dokumen utama PIB (port to port manifest)
b. Semua kontainer harus masuk melalui AI scanner. Saat terdeteksi ada ketidak sesuaian antara isi container dengan dokumen harus masuk pemeriksaan fisik pada jalur merah. Selain itu menetapkan pelabuhan untuk importasi barang jadi hanya dipelabuhan tertentu yang mempunyai fasilitas AI Scaner lengkap
c. Fasilitas impor untuk tujuan ekspor dibatasi untuk Kawasan Berikat (KB) dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). Adanya perbaikan pada sistim pengawasan serta menghapus fasilitas PLB/GB/MITA
d. Perbaikan aturan terkait barang bawaan dan barang kiriman
e. Melarang praktik impor borongan/kubikasi, serta melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap pihak yang terkait dengan praktik importasi ilegal.
Karena itu, APSyFI pun meminta waktu bertemu dengan Menkeu Purbaya.
"Atas dasar tersebut, kami memohon untuk dapat beraudiensi dengan Bapak bersama dengan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) untuk bersama-sama menyelamatkan industri tekstil saat ini. Kami berharap bisa menjelaskan lebih detail mengenai kondisi industri tekstil dan multiflier effect atas pemberlakuan trade remedies. Untuk waktu dan tempat, kami menyesuaikan dengan agenda Bapak," demikian bagian dari surat APSyFI kepada Menkeu Purbaya.
10 Ribu Buruh Mau Datangi Purbaya
Serupa, Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) juga menyoroti soal impor ilegal. Mereka akan melakukan aksi untuk menuntut pemberantasan impor ilegal dan menghukum pelakuanya.
Demo akan dilakukan di Kementerian Keuangan pada 27 November 2025 mendatang. Diklaim aksi unjuk rasa akan melibatkan 10 ribu anggotanya dari berbagai wilayah Banten, Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Unjuk rasa dilakukan dengan tuntutan memberantas impor ilegal dan menghukum pelakunya. Aksi serupa juga pernah dilakukan KSPN pada 1 Juniar 2025 di depan Istana Negara Jakarta.
"Presiden Prabowo saat itu berkomitmen menindak tegas pelaku impor ilegal, termasuk akan membakar kapal-kapal penyelundup dan merevisi Permendag No 8/2024 yang dianggap melonggarkan arus impor. Namun hingga kini, komitmen itu belum sepenuhnya terwujud. Revisi Permendag 8/2024 sudah positif, namun kami menilai belum menjawab secara utuh persoalan industri TPT (tekstil dan produk tekstil) nasional," kata Presiden KSPN Ristadi.
"Sebagai contoh, diperbolehkanya perusahaan importir di kawasan berikat menjual barang impornya di dalam negeri. Ini pasti berdampak akan menekan barang produsen industri di luar kawasan berikat, karena harganya akan lebih murah. Dengan demikian selain barang impor ilegal, barang import legal pun dengan praktik seperti itu akan ikut menekan barang-barang produsen industri dalam negeri," tambahnya.
Ristadi juga menyoroti beberapa ucapan Purbaya yang ingin memberantas praktik impor ilegal. Pihaknya menyambut baik ucapan itu dan berharap adanya penegakan hukum bagi penyimpanan tersebut.
"Sebagaimana kita tahu bahwa bea cukai adalah direktorat di bawah Kemenkeu yang merupakan palang pintu masuknya barang impor. Ketika terjadi praktik penyimpangan importasi dan impor ilegal terus merajalela, maka kami meyakini ada yang tidak beres dengan bea cukai dalam mengatur arus impor," tukasnya.
Berikut tuntutan KSPN nanti:
1. Mendesak pemerintah memperketat importasi dengan mengambil langkah-langkah kebijakan teknis yang melindungi sektor TPT, seperti kebijakan larangan terbatas (lartas), tindakan nontarif, BMAD dan BMTP. Dan secara bersamaan memberantas praktik impor ilegal yang merugikan industri nasional, menghancurkan lapangan kerja, dan menekan kesejahteraan buruh Indonesia
2. Mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut dan menghukum pelaku impor ilegal, baik dari kalangan swasta maupun pejabat yang terlibat
3. Mendesak Kementerian Keuangan, Kemendag, dan Kemenperin untuk membangun koordinasi lintas lembaga dalam menutup celah regulasi yang dimanfaatkan penyelundup dan importir ilegal
4. Meminta DPR RI menjalankan fungsi pengawasan dengan serius, bukan menjadi penonton di tengah gelombang industri lokal oriented yang pelan2 mati dan akibatkan PHK massal
5. Menyerukan seluruh pekerja/buruh dan masyarakat luas untuk bersatu melawan mafia praktik bisnis yang merusak kedaulatan dan kemandirian industri nasional.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Barang Tidak Laku, 3 Juta Pekerja Tekstil Terancam PHK

7 hours ago
1

















































