12 Update Perang Dagang Trump: China Resmi Jatuhkan Tarif 125% ke AS

6 days ago 11
Daftar Isi

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam beberapa hari terakhir, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah melakukan berbagai gebrakan dalam pemberlakuan tarif impor ke berbagai negara di dunia.

Terbaru, Trump telah memberlakukan jeda 90 hari atas tarif timbal balik atas negara dan kawasan lain, tetapi tidak dengan China. Kepada Beijing, Washington malah menambahkan jumlah tarif yang kini mencapai 145%.

Berikut update dan fakta lain terkait tarif Trump, seperti dihimpun CNBC Indonesia dari berbagai sumber pada Sabtu (12/4/2025) pagi.

1. China Jatuhkan Tarif 125% ke AS


China kembali melakukan manuver signifikan dalam menanggapi perang tarif dengan Amerika Serikat dengan menaikkan tarif atas impor AS menjadi 125% pada Jumat. Tarif ini akan mulai berlaku hari ini Sabtu.

Ini menjadi pembalasan dari tarif 145% yang diberikan AS. Adapun aksi saling balas ini meningkatkan tensi perang dagang yang mengancam menghancurkan rantai pasok global.

"Pemberlakuan tarif yang sangat tinggi oleh AS terhadap China secara serius melanggar aturan perdagangan internasional dan ekonomi, hukum ekonomi dasar, dan akal sehat, serta merupakan intimidasi dan pemaksaan sepihak," kata Kementerian Keuangan China dalam sebuah pernyataan, dilansir Reuters.

Kementerian tersebut mengatakan, jika AS terus mengenakan tarif tambahan pada barang-barang China yang diekspor ke AS, Negeri Tirai Bambu akan mengabaikannya.

Selain itu, Misi China untuk Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengatakan telah mengajukan keluhan tambahan terhadap tarif AS.

"Pada tanggal 10 April, Amerika Serikat mengeluarkan Perintah Eksekutif, yang mengumumkan peningkatan lebih lanjut dari apa yang disebut 'tarif timbal balik' pada produk-produk China. China mengajukan keluhan kepada WTO terhadap tindakan tarif terbaru Amerika Serikat," demikian pernyataan dari misi China, mengutip juru bicara Kementerian Perdagangan.

Beijing juga mengatakan bahwa keputusan Presiden AS Donald Trump untuk menangguhkan tarif resiprokal pada negara lain sebagian terjadi setelah "tekanan dari China".

"Di bawah tekanan dari China dan pihak lain, Amerika Serikat untuk sementara menangguhkan pengenaan tarif timbal balik yang tinggi pada beberapa mitra dagang," kata juru bicara Kementerian Perdagangan. "Ini hanya langkah simbolis kecil," katanya, dilansir AFP.

2. Xi Jinping Buka Suara Diserang Tarif Dagang Trump 145%

Presiden China Xi Jinping memberi respons langsung terkait serangan tarif dagang Trump yang membabi-buta ke China. Dalam update terakhir, Washington memberi kenaikan tarif hingga 145% ke Beijing.

Xi Jinping mendesak Uni Eropa (UE) untuk bekerja sama dengan negerinya melawan "intimidasi sepihak" Trump. Hal ini ditegaskannya saat bertemundengan Perdana Menteri (PM) Spanyol Pedro Sanchez pada Jumat.

"China dan Eropa harus memenuhi tanggung jawab internasional mereka... dan bersama-sama melawan praktik intimidasi sepihak," kata Xi dikutip AFP dari laman Xinhua.

"Ini tidak hanya menjaga hak dan kepentingan mereka sendiri yang sah, tetapi juga... menjaga keadilan dan kewajaran internasional," tambahnya.

3. Trump Sanksi Terminal Penyimpanan Minyak Mentah China

Trump memberlakukan sanksi pada terminal penyimpanan minyak mentah China. Mengutip Reuters, AS memberlakukan sanksi pada Guangsha Zhoushan Energy Group Co, LTD yang katanya mengoperasikan terminal minyak mentah dan produk minyak bumi di Pulau Huangzeshan di Zhoushan.

Hal ini dilakukan karena terminal tersebut merupakan jaringan perdagangan minyak Iran. Teheran sendiri sudah terkena sanksi sebelumnya.

Secara rinci, otoritas AS mengatakan terminal tersebut telah memperoleh minyak mentah Iran setidaknya sembilan kali antara tahun 2021 dan 2025, termasuk dari kapal-kapal yang dikenai sanksi AS. Secara total, terminal itu telah mengimpor sedikitnya 13 juta barel minyak mentah Iran.

"Terminal tersebut secara sadar terlibat dengan minyak dari Iran, dan terhubung langsung melalui Pipa Minyak Bawah Laut Huangzeshan-Yushan ke kilang independen yang dikenal sebagai pabrik 'teko'," kata Departemen Luar Negeri AS.

Hal ini sendiri dilakukan saat Trump terus mendorong sanksi yang berat terhadap Iran untuk mencegahnya memperoleh senjata nuklir. Di sisi lain, Teheran mengatakan program nuklirnya adalah untuk tujuan sipil.

4. Pedagang China Ramai-Ramai Kabur dari Pasar AS

Langkah Trump menaikkan tarif impor China hingga 145% memicu gelombang kepanikan di kalangan pelaku e-commerce AS. Para penjual asal China yang selama ini mengandalkan platform seperti Amazon mulai menaikkan harga dan berencana hengkang dari pasar AS.

Langkah ini menciptakan potensi krisis bagi raksasa e-commerce negeri Paman Sam. Wang Xin, kepala Shenzhen Cross-Border E-Commerce Association, yang mewakili lebih dari 3.000 penjual Amazon, menyebut kenaikan tarif ini sebagai pukulan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Menurutnya, struktur biaya produksi dan distribusi kini terguncang, membuat banyak pelaku usaha sulit bertahan di pasar AS. "Ini bukan sekadar soal pajak. Tetapi juga seluruh struktur biaya juga akan terbebani," jelas Wang, dikutip dari Reuters.

Ia menambahkan bahwa tarif tersebut juga dapat menyebabkan penundaan bea cukai dan biaya logistik yang lebih tinggi.

China merupakan sumber dari sekitar setengah penjual di Amazon, dengan lebih dari 100.000 bisnis asal Shenzhen saja menyumbang pendapatan hingga US$ 35,3 miliar per tahun. Namun kini, banyak dari mereka mempertimbangkan untuk hengkang.

5. Dolar AS Anjlok Gegara Investor Kabur

Seiring berlanjutnya dampak tarif AS, dolar AS juga terus anjlok hari ini. Menurut laporan NBC News, dolar AS bahkan mencapai nilai terendah terhadap franc Swiss dalam satu dekade.

Franc Swiss berada pada US$1,22 terhadap dolar, yang melemahkan status mata uang AS sebagai aset safe haven di masa volatilitas ekonomi. Euro juga menguat terhadap dolar, mencapai US$1,14 dari nilainya, kinerja terendah mata uang AS dalam setengah dekade.

6. Industri Otomotif Ditimpa Petaka 

Tarif yang diberlakukan Trump rupanya telah menjadi bumerang bagi industri otomotif di Negeri Paman Sam. Analisis baru oleh Pusat Penelitian Otomotif menemukan bahwa tarif otomotif sebesar 25% yang diberlakukan Trump akan meningkatkan biaya sekitar US$ 108 miliar (Rp 1.800 T) bagi produsen mobil di AS pada tahun 2025.

Dalam studi yang dirilis Kamis itu, tiga produsen mobil yang berbasis di Detroit, Ford Motor, General Motors (GM), dan Stellantis akan mengalami peningkatan biaya sebesar US$ 42 miliar (Rp 706 triliun). Detroit Three juga mengalami tarif hampir US$ 5.000 (Rp 84 juta) untuk suku cadang yang mereka impor rata-rata untuk setiap mobil yang diproduksi di AS, dan sekitar US$ 8.600 (Rp 144 juta) rata-rata untuk setiap mobil yang mereka impor.

Tarif impor otomotif 25% Trump mulai berlaku pada tanggal 3 April, menyebabkan gelombang kejut di seluruh industri karena pasokan datang dari seluruh dunia. Kendaraan yang dibuat di Meksiko dan Kanada dikenakan pungutan.

7. Efek Tarif, 600 Ton iPhone Diterbangkan dari Asia ke AS

Sekitar 600 ton iPhone diterbangkan dari pusat produksinya di India menuju ke AS. Langkah ini diambil Apple untuk menanggapi kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan Trump pekan lalu.

Ada sekitar 1,5 juta unit yang diboyong India. Reuters menghitungnya mengacu pada berat kemasan iPhone 14 dengan kabel pengisi daya yang mencapai 350 gram.

Seorang sumber mengatakan Apple melobi otoritas bandara India agar bisa membawa jutaan juta unit iPhone bisa dibawa dengan waktu singkat saat melewati bea cukai, dikutip dari Reuters.

Perusahaan meminta jutaan produknya bisa keluar dari bandara Chennai Tamil Nadu dalam 6 jam. Sebelumnya butuh waktu 30 jam untuk bisa lolos dari bea cukai.

Apple menggunakan aturan 'green coridor' untuk melobi otoritas India. Sebelumnya, sumber itu mengatakan perusahaan melakukan model serupa pada beberapa bandara di China.

Pengiriman dilakukan bertahap masing-masing 100 ton sejak bulan Maret. Salah satu penerbangan dilakukan pada minggu yang sama saat Trump mengumumkan tarif baru.

Sumber juga mengatakan Apple meningkatkan 20% produksi dalam pabrik. Perusahaan berupaya dengan menambah pekerja dan memperpanjang operasi di pabrik Foxconn negara itu pada akhir Minggu lalu.

8. Tarif Impor AS Masih Tertinggi Seabad

Meski adanya penundaan tarif Trump, sejumlah analis mulai menilai jumlah barang yang sempat berada dalam potensi tarif perdagangan AS. Sejumlah analis menuturkan Trump telah mengerek tarif efektif rata-rata AS ke level tertinggi dalam lebih dari satu abad.

"Tarif yang baru dikenakan sekarang mempengaruhi impor AS senilai US$ 2,4 triliun (Rp 40.308 triliun), atau hampir 75%," kata Erica York dari Tax Foundation.

"Dibandingkan dengan masa jabatan pertama Trump, ini merupakan eskalasi besar-besaran, karena tarif pertamanya memengaruhi sekitar US$ 380 miliar (Rp 6.382 triliun) impor AS atau 15%."

Dalam sejarahnya, Peneliti dari Budget Lab di Universitas Yale memperkirakan bahwa konsumen menghadapi tarif efektif rata-rata keseluruhan sebesar 27%, tertinggi sejak 1903. Bahkan setelah memperhitungkan pergeseran konsumsi, tarif rata-rata akan menjadi 18,5%, tertinggi sejak 1933.

Peneliti di Center for Strategic and International Studies (CSIS), Thibault Denamiel, memperkirakan bahwa tarif AS sekarang berada di atas 20%. Ini jauh dibandingkan 2,4% pada Desember 2024.

"Hal itu sebagian besar disebabkan oleh fakta bahwa kita masih memiliki tarif 125% terhadap China," katanya, mengacu pada bea masuk terbaru yang dikenakan Trump terhadap barang-barang China.

Tarif 125%, yang mulai berlaku pada hari Kamis, ditambah dengan tarif 20% sebelumnya atas dugaan peran China dalam rantai pasokanfentani, akhirnya menjadikan tarif baru Trump yang menargetkan China tahun ini menjadi 145%. Analis juga menunjukkan bahwa tindakan Trump menandai kenaikan tarif terbesar sejak Undang-Undang Smoot-Hawley tahun 1930, yang memperparah Depresi Besar.

"Bahkan tarif yang jauh lebih rendah akan berdampak signifikan terhadap ekonomi terbesar di dunia. China adalah mitra dagang terpenting ketiga AS," tambahnya.

9. Xi Jinping Kunjungi 3 Negara ASEAN Ini Pekan Depan

Xi Jinping akan mengunjungi ASEAN pekan depan. Kunjungan ini dilakukan saat China berhadapan dengan AS dalam perang dagang.

Namun hanya ada tiga negara ASEAN yang mendapat kunjungan Xi. Kementerian Luar Negeri China mengatakan tiga negara itu adalah Vietnam, Malaysia, dan Kamboja. Kunjungan ke negara ASEAN itu merupakan perjalanan resmi pertamanya ke luar negeri tahun ini.

"Kunjungan Xi ke Asia Tenggara akan berlangsung dari Senin hingga Jumat," kata lembaga itu, dikutip AFP, Jumat.

10. Eropa 'Mundur Teratur' soal Tarif Trump

Uni Eropa memutuskan untuk menunda penerapan tarif balasan terhadap AS selama 90 hari, sebagai bentuk itikad baik demi membuka ruang bagi negosiasi lanjutan.

Keputusan tersebut diumumkan oleh Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen pada Kamis (10/4/2025), hanya sehari setelah Presiden AS Donald Trump melakukan langkah mengejutkan dengan menangguhkan tarif resiprokal yang sebelumnya ia umumkan.

"Ketika kami menyelesaikan adopsi langkah-langkah balasan Uni Eropa yang mendapat dukungan kuat dari negara-negara anggota kami, kami akan menangguhkan pelaksanaannya selama 90 hari," ujar von der Leyen dalam pernyataan resmi, dilansir dari AFP.

"Jika negosiasi tidak menghasilkan hasil yang memuaskan, maka langkah balasan kami akan segera diberlakukan."

Langkah ini merupakan tanggapan atas Trump yang sebelumnya memilih untuk menunda tarif resiprokal selama 90 hari. Hal ini membuat Brussels menunjukkan sikap serupa, yang menangguhkan responsnya untuk sementara waktu.

11. AS Tetap akan Jatuh ke Jurang Resesi Meski Tarif Ditunda

JPMorgan Chase mempertahankan perkiraannya tentang kemungkinan resesi AS sebesar 60%. Ini dilakukan meskipun Trump mengumumkan penundaan 90 hari pada sebagian besar tarif timbal balik (resiprokal) AS.

Trump secara mengejutkan menyampaikan penundaan di media sosial Truth Social miliknya, hanya beberapa jam setelah tarif resmi berlaku 9 April. Sekitar 75 negara tengah bernegosiasi meski hal ini tak berlaku bagi China, yang kena tarif baru, melebihi sebelumnya, menjadi 125%.

Raksasa Wall Street itu mengatakan bahwa jeda tarif Trump, yang pertama kali diumumkannya minggu lalu, merupakan perkembangan positif. Tapi itu jika semua hal lain sama.

"Namun, tidak semua hal lain sama," kata laporan itu, menambahkan bahwa yang lebih mengejutkan adalah peningkatan tarif China.

JPMorgan pun merujuk pada parameter lain dari penundaan tarif. Seperti pengenaan tarif menyeluruh sebesar 10% ke seluruh negara.

"Perhitungan sederhana 10% untuk semua negara kecuali China sebesar 125% menghasilkan tarif rata-rata AS sekitar 25%, sedikit lebih tinggi dari tarif pada akhir minggu lalu," kata laporan tersebut.

"Dikombinasikan dengan kekacauan kebijakan yang sedang berlangsung terkait perdagangan dan masalah fiskal domestik, bersama dengan kerugian yang masih besar di pasar ekuitas dan dampak pada kepercayaan, tetap sulit untuk melihat AS terhindar dari resesi," tulis ekonom di JPMorgan.

"Pada saat yang sama, China kemungkinan akan terpukul sangat keras, yang kemungkinan mendorong respons kebijakan yang besar."

12. Bankir Top Dunia Kebakaran Jenggot Gara-Gara Trump

Para CEO bank-bank besar AS berkumpul di pertemuan industri di Washington saat masalah komunikasi dengan Gedung Putih muncul. Mereka termasuk Jamie Dimon dari JPMorgan Chase, David Solomon dari Goldman Sachs, Brian Moynihan dari Bank of America, dan Charlie Scharf dari Wells Fargo.

Mengutip The Wall Street Journal (WSJ), para eksekutif di ruangan itu bergantian mengatakan kapan terakhir kali mereka berbicara dengan Presiden Trump. Menurut sumber-sumber WSJ, banyak dari mereka mengatakan bahwa tidak pernah berdiskusi secara substantif dengan Trump sejak pandemi menghantam pasar pada 2020.

Para bankir paling berkuasa di negeri Paman Sam itu memiliki sudut pandang yang unik terhadap pasar dan ekonomi, yang sering kali menjadikan mereka penasihat dan tempat curhat yang berharga bagi pejabat tinggi pemerintah.

Beberapa bankir telah berbicara dengan pejabat pemerintah selama turbulensi yang disebabkan oleh kebijakan tarif resiprokal Trump minggu lalu, termasuk Wakil Presiden JD Vance dan Menteri Keuangan Scott Bessent. Namun, para eksekutif bank raksasa AS merasa pendapat mereka tidak terlalu berpengaruh bagi presiden.

Kurangnya pengaruh langsung bank-bank besar selama gejolak pasar saat ini sangat kontras dengan krisis-krisis sebelumnya, seperti pandemi atau krisis keuangan 2008, ketika Washington bekerja sama dengan mereka untuk menenangkan keadaan.


(sef/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Dagang As-China Makin Panas, Harga Emas Cetak Rekor Baru

Next Article Senjata Makan Tuan! Perang Dagang Jilid 2 Trump Makan Korban Warga AS

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |