12 Perusahaan Raksasa Dunia Bangkrut, Ada Favorit Warga RI

21 hours ago 6

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2024 menjadi periode yang penuh tantangan bagi sejumlah perusahaan besar yang harus gulung tikar. Ketidakstabilan kondisi makroekonomi di berbagai belahan dunia turut menekan daya beli masyarakat, yang pada gilirannya membuat banyak bisnis kesulitan mempertahankan pendapatan dan profitabilitasnya.

Dikutip dari CNN International, data dari perusahaan penempatan kerja Challenger, Gray & Christmas menunjukkan bahwa sedikitnya 19 perusahaan telah mengajukan kebangkrutan dan memberhentikan sekitar 14.000 karyawan.

Khusus di sektor ritel, jumlah toko yang tutup melonjak tajam tahun ini. Hal ini disebabkan meredanya lonjakan belanja konsumen yang sempat terjadi pada 2021 dan 2022, ketika masyarakat banyak membeli furnitur, elektronik, dan pakaian. Berdasarkan data perusahaan riset CoreSight Research, lebih dari 7.100 toko telah ditutup hingga akhir November, naik 69% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Tentu saja, pengajuan kebangkrutan tidak serta-merta menandakan bahwa sebuah perusahaan akan sepenuhnya tutup. Banyak perusahaan justru memanfaatkan proses ini untuk menghentikan sebagian aktivitas operasional, merestrukturisasi utang yang menumpuk, dan mengurangi pengeluaran dengan menutup sejumlah lokasi usaha.

Berikut adalah daftar beberapa kasus kebangkrutan paling menonjol sepanjang tahun 2024, disusun berdasarkan urutan alfabet:

1. Big Lots

Big Lots mengajukan kebangkrutan pada September lalu, setelah sebelumnya memperingatkan bahwa mereka memiliki "keraguan besar" tentang kelangsungan usahanya. Pengecer diskon ini baru-baru ini mengumumkan bahwa kesepakatannya untuk menjual perusahaan kepada firma ekuitas swasta telah gagal, dan mereka akan segera menutup sisa 963 lokasi tokonya.

2. Bowflex

Perusahaan yang bergerak di bidang peralatan gym untuk penggunaan di rumah ini mengajukan kebangkrutan pada Maret silam. Beberapa bulan kemudian, perusahaan menandatangani kesepakatan dengan sebuah perusahaan yang berbasis di Taiwan untuk "mengakuisisi hampir semua asetnya" seharga US$37,5 juta dalam bentuk tunai.

3. Express

Merek yang dulunya menjadi tren di mal ini mengajukan kebangkrutan pada April setelah terus-menerus mengalami kesulitan akibat kesalahan berulang dalam penentuan produk yang gagal menarik minat pembeli. Akibatnya, hampir 100 lokasi ditutup, dan perusahaan, yang juga memiliki merek Bonobos, menjual dirinya kepada konsorsium yang dipimpin oleh WHP Global pada Juni.

4. Joann

Pengecer kain dan kerajinan berusia 81 tahun ini mengajukan kebangkrutan pada Maret, menjadi korban pengurangan pengeluaran pelanggan, termasuk untuk kain, seni, dan bahan perlengkapan. Saham Joann dihapus dari daftar Nasdaq, dan perusahaan menjadi milik pribadi, memangkas utangnya sambil tetap menjaga agar semua 850 tokonya tetap beroperasi.

5. LL Floring

Pengecer perlengkapan rumah yang sebelumnya dikenal sebagai Lumber Liquidators mengajukan kebangkrutan pada Agustus. Perusahaan ini terpukul oleh pelanggan yang lebih hemat mengurangi pengeluaran untuk renovasi mahal dan pasar penjualan rumah yang melambat. Setelah awalnya mengumumkan penutupan total 94 tokonya, sebuah firma ekuitas swasta membeli dan menyelamatkan perusahaan tersebut.

6. Party City

Pengecer berusia empat dekade ini mengajukan kebangkrutan pada Desember atau akhir 2024. Akibatnya, Party City akan menutup sekitar 700 lokasinya pada awal 2025. Perusahaan yang berbasis di New Jersey ini menghadapi tekanan inflasi pada biaya produk yang mengurangi pengeluaran konsumen, menurut CEO Barry Litwin, serta utang sebesar US$800 juta yang belum terselesaikan.

7. Red Lobster

Jaringan restoran yang memperkenalkan udang dan lobster terjangkau kepada kelas menengah Amerika dan tumbuh menjadi jaringan restoran seafood terbesar di dunia ini mengajukan kebangkrutan pada Mei. Bertahun-tahun kurangnya investasi dalam pemasaran, kualitas makanan, layanan, dan peningkatan restoran merugikan kemampuan jaringan ini untuk bersaing dengan jaringan fast-casual dan quick-service yang terus berkembang. Setelah menutup lebih dari 100 lokasi, Red Lobster keluar dari kebangkrutan pada September berkat pemilik dan kepemimpinan baru yang telah mulai mengubah menu.

8. Spirit Airlines

Maskapai penerbangan berbiaya rendah dengan ciri khas warna kuning ini mengajukan kebangkrutan pada November akibat kerugian yang terus meningkat, utang yang tidak terjangkau, persaingan yang semakin ketat, dan ketidakmampuan untuk bergabung dengan maskapai lain. Spirit menyatakan bahwa melalui kebangkrutan dan negosiasi dengan para kreditur yang ada, mereka akan dapat keluar dari kebangkrutan awal tahun depan dengan utang yang berkurang dan fleksibilitas keuangan yang lebih besar.

9. Stoli

Stoli Group USA, pemilik merek vodka terkenal, mengajukan kebangkrutan pada Desember. Sejumlah masalah melanda perusahaan ini, termasuk penurunan permintaan untuk minuman keras, serangan siber besar yang mengganggu operasinya, dan beberapa tahun perjuangan hukum melawan Rusia.

10. TGI Fridays

Jaringan restoran kasual Amerika mengajukan kebangkrutan Bab 11 pada November setelah bertahun-tahun menghadapi penyusutan jumlah lokasi dan penurunan jumlah pelanggan. TGI Fridays menyatakan dalam sebuah pernyataan bahwa dampak dari pandemi Covid-19 adalah "penyebab utama tantangan keuangan kami" dan bahwa mereka akan menggunakan proses ini untuk "menjelajahi alternatif strategis guna memastikan kelangsungan jangka panjang merek ini."

11. True Value

Merek toko peralatan rumah tangga berusia 75 tahun ini mengajukan kebangkrutan pada Oktober dan mengakhiri warisannya dengan menjual sebagian besar operasinya kepada pesaing. Dalam dokumen pengadilan, True Value mengatakan bahwa mereka menghadapi kesulitan keuangan yang signifikan karena pasar perumahan yang mandek dan konsumen yang menjadi lebih selektif dalam membeli barang-barang diskresioner seperti peralatan rumah tangga. (Toko True Value masih tetap buka karena mereka tidak terlibat dalam proses kebangkrutan).

12. Tupperware

Merek peralatan dapur yang terkenal dengan wadah penyimpanan makanan plastik ini mengajukan kebangkrutan pada September setelah bertahun-tahun mengalami penurunan popularitas dan masalah keuangan. Pada akhir November, nama merek Tupperware dan hak kekayaan intelektualnya dibeli oleh sebuah firma ekuitas swasta yang bertujuan untuk menjaga agar perusahaan tetap beroperasi.

Kendati demikian, Tupperware kini selamat dari kebangkrutan dan memiliki kesempatan untuk kembali menjalankan bisnis setelah hakim kebangkrutan Amerika Serikat (AS) menyetujui kesepakatan untuk menyelamatkan perusahaan asal Massachusetts tersebut.

Berdasarkan kesepakatan tersebut, Tupperware akan menjual nama merek dan aset utamanya kepada sekelompok pemberi pinjaman dengan harga US$23,5 juta tunai (sekitar Rp 369 miliar) dan US$63 juta (Rp 991 miliar) dalam bentuk keringanan utang.

Tidak sampai di situ, Intellizence memantau pengajuan kebangkrutan, kepailitan & likuidasi, serta pengumuman publik dari perusahaan-perusahaan besar khususnya di Amerika Serikat (AS) di kuartal-I 2025.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |