Tragedi Baju Lebaran Berakhir Pembunuhan, Heboh di Zaman Belanda

3 days ago 9

Jakarta, CNBC Indonesia - Tingginya kebutuhan masyarakat jelang Lebaran harus sebanding dengan pendapatan yang diterima. Jika tidak, maka bisa membuka peluang kemunculan aksi kriminalitas, seperti yang terjadi pada perayaan Idul Fitri 1350 H atau Januari 1932. 

Menjelang hari suci umat Islam warga di Jakarta (Dulu Batavia) dihebohkan oleh pembunuhan seorang istri oleh suaminya sendiri di Tanjung Priuk. Koran De Indische courant (9 Mei 1932) melaporkan, pembunuhan terjadi gara-gara sang istri meminta baju baru untuk Lebaran kepada suami yang bernama Telo bin Saleh. 

Beberapa hari sebelum 1 Syawal, korban meminta uang kepada suaminya untuk membeli satu set baju baru. Namun, pelaku ogah memenuhi permintaan istri karena tak punya uang dan meminta agar hidup sederhana saat Lebaran. Caranya dengan memakai pakaian lama saja. Maklum saat itu Indonesia dilanda krisis ekonomi. 

Akan tetapi, sang istri tak peduli dan tetap merengek meminta baju baru. Baginya, momen Lebaran harus dirayakan suka cita, salah satunya, lewat tradisi baju baru.

"Diketahui bahwa sudah menjadi tradisi bagi masyarakat pribumi, betapapun miskinnya, untuk berdandan dengan pakaian baru di hari Lebaran," tulis De Indische courant. 

Lagi-lagi, Telo bin Saleh enggan menurutinya dengan alasan yang sama. Sampai akhirnya, korban terus mendesak hingga melontarkan kalimat penghinaan kepada suaminya. Mendengar itu Telo langsung marah, mengambil pisau, dan menusukkan ke tubuh istrinya. 

Sang istri pun tewas seketika. Telo pun terpaksa merayakan Lebaran di balik jeruji besi dalam waktu lama. 

Bukan Fenomena Baru 

Kasus pembunuhan oleh Telo bin Saleh pada 93 tahun silam menunjukkan bahwa pembelian baju baru untuk Lebaran bukan fenomena baru di Indonesia. Bahkan, jauh sebelum kejadian tersebut, orang Indonesia sudah melakukannya.

Penasehat agama Islam pemerintah kolonial Belanda, Snouck Hurgronje, dalam Aceh di Mata Kolonialis (1906) bercerita, kalau warga di beberapa kota di Indonesia sudah melakukan tradisi beli baju baru. Di Aceh, misalnya, orang lebih memilih beli baju baru dibanding daging saat menjelang Lebaran. 

Bahkan, pasar baju jauh lebih ramai dibanding pasar bahan pangan. Lalu, di Jakarta, warga menghabiskan uang lebih banyak hanya untuk beli baju baru, petasan, dan makanan. Hal ini bisa terjadi karena Lebaran adalah hari yang istimewa, sehingga harus dirayakan suka cita. 

Pada sisi lain, kebisaan ini dianggap pemerintah kolonial pemborosan. 

Dua pejabat kolonial, Stienmetz dan De Wolff, mengaku keberatan atas tradisi lebaran oleh warga Muslim Indonesia. Banyak pegawai pribumi yang mengadakan pesta lebaran secara besar, tetapi modalnya dari meminjam uang.

Namun, Snouck Hurgronje menolak pelarangan tradisi Lebaran tersebut. Sebab, sekalipun dilarang, bukan berarti pribumi langsung berhemat. 

"Tidak ada alasan tepat untuk mengadakan imbauan agar membatasi perayaan lebaran. [...] Bahkan, dengan cara itu pun (pelarangan) belum tentu orang akan dapat lebih membangkitkan hasrat berhemat," kata Snouck, dikutip dari Nasihat-Nasihat Snouck Hurgronje Jilid IV (1991).


(mfa/mfa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global

Next Article Kisah Nyata, Saat Ramai Janda Kaya Nikahi Pemuda Nganggur di Jakarta

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |