Siapa Mahmoud Khalil yang Buat Mahasiswa AS Bergerak Lawan Trump?

11 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Nama Mahmoud Khalil tiba-tiba mencuat dalam sejarah aktivisme Amerika Serikat (AS). Ia saat ini dianggap sebagai ikon perlawanan mahasiswa melawan kebijakan pemerintahan Presiden Donald Trump.

Khalil, lulusan Universitas Columbia yang menjadi pemimpin protes pro-Palestina di kampus tersebut, ditangkap pada tanggal 8 Maret oleh agen imigrasi. Setelah diciduk, pejabat imigrasi mengatakan bahwa mereka berusaha untuk mendeportasinya berdasarkan ketentuan hukum federal yang dimiliki Menteri Luar Negeri AS.

Profil Mahmoud Khalil

Lahir di Suriah dari orang tua pengungsi Palestina, Khalil memperoleh gelar dalam ilmu komputer dari Universitas Amerika Lebanon sebelum bekerja dengan lembaga nirlaba Suriah-Amerika Jusoor.

Baru-baru ini, ia juga mengelola Program Chevening Suriah untuk Kedutaan Besar Inggris di Beirut, yang menawarkan beasiswa untuk belajar di Inggris. Kantor Luar Negeri Inggris mengatakan Khalil berhenti bekerja di sana lebih dari dua tahun lalu.

Khalil pindah ke AS pada tahun 2022, di mana ia memperoleh gelar master di Sekolah Urusan Internasional dan Publik Universitas Columbia. Sejak itu, ia menikahi seorang wanita Amerika. Saat ini istrinya sedang hamil delapan bulan.

Peran Khalil dalam protes di Universitas Columbia tahun 2024 menempatkannya di mata publik. Di garis depan negosiasi, ia berperan sebagai penengah antara pejabat universitas dan aktivis serta mahasiswa yang menghadiri protes.

Aktivis yang mendukung Israel menuduh Khalil sebagai pemimpin Columbia University Apartheid Divest (Cuad), kelompok mahasiswa yang menuntut, antara lain, universitas untuk melepaskan diri dari hubungan finansialnya dengan Israel dan gencatan senjata di Gaza. Khalil membantah bahwa ia memimpin kelompok tersebut.

Sikap Trump

Trump telah berulang kali menuduh bahwa aktivis pro-Palestina, termasuk Khalil, mendukung Hamas, sebuah kelompok yang ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh AS. Presiden berpendapat bahwa para demonstran ini harus dideportasi dan menyebut penangkapan Khalil sebagai 'yang pertama dari banyak penangkapan yang akan datang'.

Pejabat pemerintahan Trump belum secara resmi memaparkan alasan mengapa mereka yakin Khalil mengancam kepentingan kebijakan luar negeri AS. Gedung Putih mengatakan kepada media Free Press bahwa penangkapan Khalil akan menjadi 'cetak biru' untuk menyelidiki siswa lainnya.

"Ini bukan tentang kebebasan berbicara. Ini tentang orang-orang yang tidak memiliki hak untuk berada di AS sejak awal," kata Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio.

"Anda membayar semua uang ini ke sekolah-sekolah mahal yang seharusnya sangat terhormat, dan Anda bahkan tidak bisa masuk kelas. Anda takut masuk kelas karena orang-orang gila ini berlarian dengan penutup di wajah mereka, meneriakkan hal-hal yang menakutkan," tambahnya.

"Jika Anda memberi tahu kami bahwa itulah yang ingin Anda lakukan ketika Anda datang ke Amerika, kami tidak akan pernah mengizinkan Anda masuk. Jika Anda melakukannya setelah Anda masuk, kami akan mencabutnya dan mengusir Anda."

Manuver Hukum

Pengacara pria berusia 30 tahun itu mengatakan bahwa Khalil menggunakan hak kebebasan berbicara untuk berdemonstrasi mendukung warga Palestina di Gaza dan menentang dukungan AS terhadap Israel. Mereka menuduh pemerintah melakukan 'penindasan terbuka terhadap aktivisme mahasiswa dan kebebasan berbicara politik'.

Pengacara Khalil saat ini juga tengah berjuang agar dia dipindahkan kembali ke New York dari Louisiana, tempat dia saat ini ditahan, dan berencana meminta hakim federal untuk membebaskannya sehingga dapat hadir saat kelahiran anak pertamanya, yang akan lahir bulan depan. Masalah yang lebih luas mungkin memerlukan waktu yang lebih lama untuk diadili.

"Masalah utama dalam kasus ini, menurut saya, yang akan diadili adalah apakah ini merupakan pembalasan amandemen pertama yang tidak konstitusional," kata Ramya Krishnan, seorang pengacara di Knight First Amendment Institute di Columbia, kepada Guardian, Senin.

"Jika amandemen pertama berarti sesuatu, itu berarti bahwa pemerintah tidak dapat memenjarakan atau mendeportasi Anda karena pandangan politik Anda. Itu benar-benar hal terpenting tentang negara ini."

Banyak ahli hukum yang berpandangan konstitusi AS memberikan presiden kekuasaan yang sangat besar atas urusan luar negeri. Hak ini lalu digunakan pemerintahan Trump saat ini untuk memperluas kewenangan imigrasinya secara drastis dan membatasi hak-hak imigran.

"Mereka mencoba memahami kebijakan luar negeri, keamanan nasional, dan kepentingan nasional secara luas. Dan ini tampaknya sejalan dengan itu, mencoba menciptakan kewenangan kebijakan luar negeri untuk mendeportasi pemegang kartu hijau," kata salah satu direktur pusat hukum dan kebijakan imigrasi di Universitas California Los Angeles (UCLA), Ahilan Arulanantham


(sef/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Dunia Terancam Bayang-Bayang Trumpcession

Next Article Trump atau Kamala Harris Pimpin AS, RI Tetap Siap-siap!

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |