Satu Lagi Sinyal Bahaya untuk RI Muncul, Tandanya Terlihat di Ramadan

13 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Angka impor konsumsi mengalami kemunduran jelang Ramadan 2025 yang berlangsung pada Maret tahun ini. Hal ini tentu cukup mengejutkan karena seharusnya impor mengalami kenaikan jelang Ramadhan karena kebutuhan yang meningkat.

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data ekspor, impor, dan neraca perdagangan pada hari ini (17/3/2025). Hal mengejutkan karena meskipun angka impor mengalami kenaikan dari US$17,94 miliar (Januari 2025) menjadi US$18,86 miliar (Februari 2025), namun barang konsumsi justru mengalami penurunan dari US$1,64 miliar (Januari 2025) menjadi US$1,47 miliar (Februari 2025).

Apabila dilihat secara month on month (mom) dan year on year (yoy), angka impor barang konsumsi terpantau menurun masing-masing sebesar 10,61% dan 20,97%.

BPS mencatat bahwa secara year on year/yoy, penurunan nilai impor barang konsumsi lebih besar lagi, yakni mencapai 21,05%.

"Pertama adalah buah-buahan HS 08, secara bulanan nilainya turun US$ 60,9 juta. Kemudian daging hewan HS 02 yang secara bulanan turun US$ 44,8 miliar dan juga HS 10 atau serelia terutama beras di dalamnya, bulanan turun US$ 37,8 miliar," ungkap Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti, dalam rilis statistik BPS, Senin (17/3/2025).

Barang Konsumsi Cenderung Naik Jelang Ramadhan

Berdasarkan pantauan CNBC Indonesia Research, impor barang konsumsi dan barang modal cenderung mengalami kenaikan satu bulan sebelum Ramadan.

Setiap satu bulan sebelum Ramadhan sejak 2019 hingga 2025, penurunan impor barang konsumsi secara bulanan hanya terjadi pada 2023 dan 2025 (kecuali 2020 dan 2021 karena pandemi Covid-19).

Bahkan impor barang konsumsi pernah tumbuh 51,22% mom pada Maret 2022 atau sebelum puasa pada April. Sebagai catatan, Ramadan 2022 adalah kali pertama umat Islam diperbolehkan buka puasa bersama.

Untuk diketahui, impor barang konsumsi adalah barang yang dibeli dari luar negeri untuk digunakan langsung oleh masyarakat tanpa melalui proses produksi lebih lanjut. Barang-barang ini biasanya memiliki sifat siap pakai dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Contoh Barang Konsumsi yang Diimpor:

  1. Makanan dan Minuman - Buah-buahan impor (anggur, apel, jeruk), daging sapi, susu, cokelat, dan kopi.
  2. Produk Elektronik - Smartphone, laptop, televisi, dan peralatan rumah tangga seperti kulkas atau mesin cuci.
  3. Pakaian dan Alas Kaki - Sepatu, baju merek luar, tas, dan aksesoris fashion.
  4. Produk Kesehatan dan Kecantikan - Obat-obatan, kosmetik, parfum, dan vitamin.

Penurunan impor barang konsumsi bisa menjadi hal baik jika disebabkan oleh peningkatan produksi dalam negeri atau kebijakan ekonomi yang sehat. Namun, jika terjadi akibat penurunan daya beli atau gangguan rantai pasok, bisa menjadi indikasi masalah ekonomi yang perlu diwaspadai.

Konsumsi Masyarakat Tertekan Jelang Ramadhan?

Jika impor barang konsumsi menurun, artinya jumlah barang yang dibeli dari luar negeri untuk kebutuhan langsung masyarakat mengalami penurunan. Hal ini bisa terjadi karena beberapa alasan dan memiliki berbagai dampak terhadap ekonomi, salah satunya lemahnya daya beli masyarakat.

Pelemahan belanja masyarakat di Indonesia khususnya untuk kalangan bawah nampak terus tertekan. Terlebih, ini terjadi menjelang momen Ramadan.

Data Mandiri Spending Index (MSI) menunjukkan bahwa nilai belanja masyarakat terjadi perlambatan di satu minggu menjelang Ramadan yakni ke 236,2.

Pola ini merupakan anomali karena tidak terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Mandiri Spending Index (MSI) yang menurun jelang Ramadhan terakhir kali terjadi pada Maret 2020 atau lima tahun yang lalu dengan nilai 58.

Untuk diketahui, pada Maret 2020 merupakan awal pandemi Covid-19 yang menyebabkan terjadinya perlambatan konsumsi belanja masyarakat.

Secara historis, Ramadan merupakan puncak konsumsi masyarakat Indonesia. Konsumsi juga biasanya sudah melonjak sebelum Ramadan terutama untuk kebutuhan makanan dan minuman. Ramadan tahun ini jatuh pada 1 Maret 2025.

Mandiri InstituteFoto: MSI
Sumber: Mandiri Institute

Daya beli yang melemah ini semakin dipertegas dengan data lainnya yakni soal tingkat tabungan kelompok bawah terus dalam tren yang melemah dan merupakan yang terendah saat ini yakni pada level 79,4 (Februari 2025). Angka ini lebih rendah dibandingkan Februari 2024 yakni pada level 82,4.

Senada, tingkat tabungan kelompok menengah juga melandai dan merupakan yang terendah sejak Maret 2024.

Mandiri InstituteFoto: Indeks Tabungan Masyarakat
Sumber: Mandiri Institute

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |