Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Singapura tengah berupaya mempercepat permintaan ekstradisi Indonesia untuk pengusaha RI yang juga buronan kasus e-KTP, Paulus Tannos. Hal ini disampaikan Menteri Hukum dan Dalam Negeri Singapura, K Shanmugam, Senin (10/3/2025).
Dalam paparannya, Paulus saat ini ditahan tanpa jaminan setelah ditangkap oleh Biro Investigasi Praktik Korupsi (CPIB) pada 17 Januari. Shanmugam menyebut kasus ekstradisinya sedang disidangkan di pengadilan Singapura.
"Semuanya tergantung pada dokumen yang kami peroleh, seberapa jelas dokumen tersebut dari Indonesia, dan argumen seperti apa yang diajukan Tannos, dan bagaimana pengadilan menyikapinya," kata menteri tersebut dalam konferensi pers tentang masalah tersebut.
"Dari sudut pandang pemerintah Singapura, kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk mempercepatnya."
Shanmugam mengatakan lamanya proses pemulangan Tannos dikarenakan oleh gugatan penolakan ekstradisinya di pengadilan Singapura. Pasalnya, Paulus masuk dengan jalur yang formal, dan seberapa cepat kasus ini selesai tergantung pada argumen Tannos dan pengacaranya serta faktor-faktor seperti tanggal sidang.
"Sidang bisa berbeda-beda tergantung kasusnya. Proses hukum lengkapnya, jika dipermasalahkan di setiap langkah dan rumit, bisa memakan waktu hingga 2 tahun," kata Shanmugam.
"Kami tidak bisa begitu saja menerbangkannya ke pesawat dan memulangkannya. Ada proses formal."
Menanggapi pertanyaan tentang bagaimana Indonesia menanggapi proses Singapura, Shanmugam mengatakan bahwa Kamar Jaksa Agung (AGC) terus berkomunikasi dengan mitranya di Indonesia.
"Saya kira selama ini kami fokus pada pengajuan permohonan di pengadilan, dan mereka (pihak Indonesia) paham prosesnya," tuturnya.
Pengusaha Paulus Tannos pada tahun 2019 ditetapkan oleh Indonesia sebagai tersangka dalam kasus korupsi terkait proyek kartu tanda penduduk (KTP) elektronik yang menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 2,3 triliun. Pengusaha yang juga dikenal dengan nama Tjhin Thian Po ini telah tinggal di Singapura sejak 2017.
Singapura menerima permintaan pertama ekstradisi Tannos pada 19 Desember tahun lalu. Pengusaha itu diduga membantu perusahaannya PT Sandipala Arthaputra mengamankan tender yang curang untuk proyek pemerintah, dan menggelapkan sekitar Rp 140 miliar dari proyek tersebut antara tahun 2011 dan 2013.
Setelah penangkapannya, Tannos ditahan tanpa jaminan. Meskipun Tannos menunjukkan paspor diplomatik dari negara Afrika Barat, Guinea-Bissau, pemerintah Singapura diberitahu oleh AGC bahwa pemerintah tidak memberikan kekebalan diplomatik, karena ia tidak terakreditasi oleh Kementerian Luar Negeri.
"Singapura menanggapi permintaan dari Indonesia dengan sangat serius. Ini adalah kasus pertama di bawah perjanjian ekstradisi antara Singapura dan Indonesia," tambah Shanmugam.
"Dia tidak memiliki kekebalan diplomatik untuk mencegah penangkapan dan ekstradisi. Itulah posisi pemerintah."
Ekstradisi mengacu pada penyerahan individu yang dicari karena kejahatan di negara lain. Singapura juga memiliki perjanjian ekstradisi dengan tempat lain, seperti Jerman, Hong Kong, Malaysia, dan Amerika Serikat.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Singapura Hadapi Tantangan Penuaan Penduduk
Next Article Singapura Naikkan Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi 2024, 3,5%