Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Eddy Soeparno menegaskan bahwa kondisi lingkungan di Indonesia saat ini tidak lagi hanya mengalami perubahan iklim, melainkan sudah masuk ke tahap krisis iklim. Dia menilai hal itu perlu mendapat perhatian serius, mengingat posisi krisis iklim berada satu tingkat sebelum terjadinya bencana iklim.
Eddy menjelaskan bahwa penggunaan energi fosil secara besar-besaran menjadi salah satu pemicu munculnya cuaca ekstrem dalam beberapa waktu terakhir. Fenomena seperti curah hujan yang sangat tinggi serta suhu panas yang berlebihan dinilai sebagai bukti dari krisis yang terjadi akibat ketergantungan berlebihan pada energi konvensional.
Menurutnya, solusi utama untuk menghadapi ancaman tersebut adalah dengan mempercepat proses transisi energi dari fosil ke energi terbarukan. Pemanfaatan potensi energi bersih di dalam negeri harus segera dioptimalkan untuk menggantikan energi kotor yang selama ini menjadi penyebab utama ketidakpastian cuaca dan kerusakan lingkungan.
"Kami sudah dalam beberapa kesempatan menyampaikan bahwa saya sudah tidak mau lagi menggunakan istilah perubahan iklim. Karena hari ini kita sudah merasakan bahwa Indonesia sudah berada di tahap krisis iklim. Satu tahap di atas perubahan iklim, satu tahap di bawah bencana iklim," tegas Eddy dalam acara Refleksi Akhir Tahun 2025, di Gedung DPR/MPR, Jakarta, dikutip Selasa (30/12/2025).
Dia menilai paradoks energi yang dialami Indonesia sebagai salah satu akar masalah yang harus diselesaikan. Meskipun kaya akan sumber daya alam, Indonesia masih terjebak dalam skema impor energi fosil untuk kebutuhan sehari-hari, yang tidak hanya membebani neraca perdagangan tetapi juga menambah emisi karbon.
"Jadi paradoks energi yang kita hadapi sekarang ini perlu kita segera hentikan. Caranya bagaimana? Caranya salah satunya adalah kita melakukan transisi energi. Karena sumber-sumber energi kita yang berupa sumber energi terbarukan di dalam negeri jumlahnya sangat besar," tambahnya.
Indonesia diperhitungkan memiliki potensi energi hijau yang melimpah ruah, mulai dari tenaga surya, panas bumi, air, hingga angin yang tersebar di Tanah Air. Pengembangan EBT dinilai mampu memberikan solusi ganda, yakni memitigasi dampak krisis iklim sekaligus menciptakan ketahanan energi nasional yang mandiri.
"Jika kita kembangkan hal ini, kita bisa satu, mengurangi ketergantungan kita pada impor, dan kedua kita bisa mendapatkan sumber energi terbarukan yang bersih dan berkelanjutan," imbuhnya.
Selain dampak lingkungan, solusi transisi energi tersebut juga diproyeksikan membawa manfaat ekonomi bagi negara. Eddy menyebut bahwa investasi di sektor energi terbarukan berpotensi menciptakan hingga 1,7 juta lapangan kerja hijau (green jobs) serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di masa depan.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]

2 hours ago
1
















































