Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Komisi I memulai pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Rapat ini dihadiri oleh seluruh fraksi di DPR, sedangkan pemerintah diwakili oleh Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu, hingga Wakil Menteri Sekretaris Negara Bambang Eko Suhariyanto.
Ketua Komisi I DPR Utut Adianto mengatakan, pembahasan revisi UU TNI ini didasari dari surat Presiden Prabowo Subianto ke pimpinan DPR bernomor R-12/Pres/02/2025 dan surat pimpinan DPR nomor B/2663/PW.11.01/02/2025 yang menugaskan pembahasan RUU TNI ke Komisi I.
"Yang menjadi wakil pak presiden adalah Menteri Hukum, Menteri Keuangan, Menteri Pertahanan, dan Mensesneg, baik secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri untuk mewakili pemerintah dalam pembahasan RUU ini," kata Utut saat membuka rapat di Ruang Rapat Badan Anggaran DPR, Selasa (11/3/2025).
Utut mengatakan, revisi UU ini akan terdiri dari 11 bab serta 78 pasal. Di antaranya terkait tentang ketentuan umum, jati diri, kedudukan, peran fungsi dan tugas, postur dan organisasi, pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI, kesejahteraan prajurit, pembiayaan, hubungan kelembagaan, ketentuan peralihan, serta ketentuan penutup.
"(Terkait pembiayaan) Ini untuk Pak Heru Pambudi, Pak Anggito, serta Bu World Best Finance Minister for three years in a row madam Sri Mulyani. Pembiayaan ini tentu yang harus juga menjadi konsideran kita bersama sehingga waktu kita buat UU semua harus dikalkulasi dengan cermat," ujar Utut.
Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua Komisi I Dave Laksono menjelaskan revisi UU TNI penting dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hukum yang berkembang, serta menyelaraskan dinamika peraturan perundang-undangan yang lebih baru.
Ia mengatakan, secara substansinya, setidaknya ada dua ketentuan yang akan direvisi, yakni terkait dengan batasan usia pensiun TNI serta penugasan prajurit TNI di jabatan-jabatan sipil.
"Upaya penegakan kedaulatan, penjagaan keutuhan negara, dan perlindungan keselamatan bangsa memerlukan pengelolaan sumber daya yang lebih optimal dan peningkatan kapabilitas organisasi," ujar Dave.
Ia menyebut Revisi Undang-Undang TNI merupakan bagian dari proses reformasi TNI yang berkelanjutan dengan penekanan pada profesionalisme militer dalam menjaga kedaulatan, keutuhan teritorial, dan mencegah disintegrasi bangsa.
Khusus untuk rancangan perubahan batasan usia masa dinas prajurit TNI, Dave mengatakan, dikaitkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 62/PUU 19/2021 dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 6 PUU 16/2016.
"Putusan-putusan tersebut pada pokoknya menyatakan bahwa ketentuan mengenai batasan usia sebuah jabatan merupakan open legal policy dari pembentuk Undang-Undang," tutur Dave.
Secara spesifik, Dave mengatakan, revisi ini menetapkan penambahan usia masa Dinas Keprajuritan hingga 58 tahun bagi bintara dan tamtama serta hingga 60 tahun bagi perwira, serta memungkinkan perpanjangan hingga 65 tahun bagi prajurit dengan jabatan fungsional.
Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan potensi sumber daya manusia TNI yang memiliki keahlian khusus dan pengalaman yang relevan dalam jabatan fungsional tersebut.
Sebelumnya, Pasal 53 Undang-Undang TNI mengatur bahwa Masa Dinas Keprajuritan ini adalah hingga usia maksimal 53 tahun bagi bintara dan tamtama serta 58 tahun bagi perwira.
"Penyesuaian ini bertujuan untuk mengoptimalkan potensi sumber daya manusia TNI. Perubahan batasan usia pensiun juga diharapkan dapat meringankan beban kebutuhan keluarga perwira TNI termasuk kebutuhan tempat tinggal, jaminan kesehatan, dan pendidikan anak," tegasnya
Sementara itu, terkait dengan penempatan prajurit aktif TNI pada jabatan sipil di Kementerian atau Lembaga, menurutnya menjadi kebutuhan nyata, penting dan mendesak. Ketentuan itu termuat dalam Pasal 47 UU TNI. DPR kata dia mengakui penempatan prajurit TNI di K/L mengalami peningkatan akhir-akhir ini.
"Karena TNI memiliki sumber daya manusia yang melimpah, sementara Kementerian Lembaga seringkali mengalami keterbatasan.
Kondisi ini memerlukan solusi untuk menjaga efektivitas penyelenggaraan pemerintah," ucap Dave.
Meski demikian, sejalan dengan adanya kebutuhan nyata di masyarakat untuk mengatur suatu masalah dan merespons terhadap aspirasi masyarakat, termasuk aspirasi kalangan internal TNI, penempatan prajurit TNI di Kementerian Lembaga menurut Dave seyogianya sejalan dengan prinsip profesionalisme TNI.
"Saat ini, sejumlah perwira TNI menduduki jabatan di berbagai Kementerian dan Lembaga Sipil berpotensi menimbulkan beberapa persoalan yang berpotensi mengaburkan garis demarkasi antara fungsi militer dan sipil," ungkapnya.
"Oleh karena itu, penempatan prajurit TNI di Kementerian Lembaga Sipil dengan pemberlakuan mekanisme pengaturan berbatas menjadi sebuah aspirasi yang patut diperhatikan," tegas Dave.
Pemerintah dan DPR pada tahapan rapat kerja terkait revisi UU TNI pertama ini sebatas menyusun tahapan, jadwal dan mekanisme pembahasan. Selanjutnya, akan ditentukan secara bersama-sama orang yang ditugaskan untuk berkomunikasi penjadwalan dan mekanisme pembahasan.
(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: DPR Panggil Aplikator Ojek Online, Bahas Revisi UU LLAJ
Next Article Usia Pensiun Bertambah Mulai 2025, Pekerja Cemaskan Hal Ini