Jakarta, CNBC Indonesia - Industri otomotif China sudah melampaui pesaingnya dari luar negeri, termasuk Amerika Serikat (AS), dalam pengembangan teknologi pengemudian otomatis (automatic vehicles/AV).
Pasalnya, AS memiliki regulasi yang ketat dalam mengizinkan perusahaan menguji coba AV di jalanan, umumnya untuk bisnis taksi otomatis (robotaxi).
Sejauh ini, baru Waymo yang sudah menggelar layanan robotaxi komersil di jalanan AS. Tesla baru melakukan uji coba skala kecil di Austin, Texas.
Padahal, di China sudah banyak robotaxi yang 'menjajah' jalanan berbagai daerah. Nama-nama yang terkenal seperti WeRide, Apollo Go, Pony.ai, AutoX, dan SAIC.
Salah satu faktornya karena regulasi di China yang cenderung lebih longgar untuk inovasi teknologi AV, maupun sistem pengemudian dengan bantuan asisten.
Namun, China sepertinya mulai waswas dengan perkembangan yang terlalu cepat. Reuters melaporkan Beijing mulai memberi sinyal baru untuk pengembangan industri AV dan kendaraan dengan asisten teknologi.
Pesannya, industri harus bergerak cepat, tetapi hati-hati, dikutip dari Reuters, Senin (7/7/2025).
Regulator China baru-baru ini telah menyelesaikan peraturan keselamatan baru untuk sistem bantuan pengemudi. Beijing mempertajam pengawasan terhadap teknologi tersebut setelah kecelakaan yang melibatkan sedan Xiaomi SU7 pada Maret 2025.
Insiden itu menewaskan tiga penumpang ketika mobil mereka menabrak beberapa detik setelah pengemudi mengambil alih kendali dari sistem bantuan pengemudian.
Pejabat China ingin mencegah produsen mobil menjual kemampuan sistem tersebut dengan promosi berlebihan. Regulator ingin menyeimbangkan antara inovasi dan keselamatan untuk memastikan produsen mobil China tidak kalah dari para pesaing AS dan Eropa.
Menetapkan regulasi yang jelas untuk teknologi bantuan mengemudi tanpa memperlambat kemajuannya dapat memberi industri China keunggulan atas pesaing global, kata para analis.
Pendekatan ini sangat kontras dengan pasar AS, di mana perusahaan yang mengejar mobil otonom telah menyatakan frustrasi karena pemerintah belum menerapkan sistem regulasi untuk memvalidasi dan menguji teknologi tersebut.
Cepat dan Hati-hati
Markus Muessig, pimpinan industri otomotif di Accenture Greater China, mengatakan regulator dan industri China telah lama mengikuti filosofi mantan pemimpin China Deng Xiaoping.
"Coba rasakan batu untuk menyeberangi sungai," kata tokoh kawakan tersebut.
Ungkapan tersebut berarti China mendukung eksplorasi teknologi baru yang belum pasti. Muessig mengatakan nilai tersebut selama ini terbukti berhasil.
Peraturan China saat ini memperbolehkan sistem yang secara otomatis mengendalikan, mengerem, dan mempercepat kendaraan dalam kondisi tertentu, tetapi tetap mengharuskan pengemudi untuk terlibat.
Oleh karena itu, istilah pemasaran seperti "pintar" dan "otonom" dilarang.
Peraturan baru tersebut akan difokuskan pada desain hardware dan software yang memantau kondisi kesadaran pengemudi dan kapasitas mereka untuk mengambil kendali tepat waktu.
Untuk melakukan hal ini, regulator meminta bantuan produsen mobil China Dongfeng dan raksasa teknologi Huawei untuk membantu menyusun peraturan baru dan telah meminta masukan publik selama periode satu bulan, yang berakhir pada Jumat (4/7) pekan lalu.
Pada saat yang sama, pejabat pemerintah mendesak produsen mobil China untuk segera menerapkan sistem yang lebih canggih, yang dikenal sebagai assisted-driving Level 3.
Sistem itu memungkinkan pengemudi mengalihkan pandangan dari jalan dalam situasi tertentu. Level 3 adalah titik tengah pada skala pengemudian otomatis. Mulai dari fitur dasar seperti kendali jelajah di Level 1, hingga kemampuan mengemudi sendiri dalam semua kondisi di Level 5.
Pemerintah China telah menunjuk perusahaan milik negara, Changan, untuk menjadi produsen mobil pertama yang memulai uji validasi Level 3 pada April 2025, tetapi rencana itu dihentikan setelah kecelakaan Xiaomi, kata seorang sumber yang mengetahui proses perencanaan regulasi.
Beijing masih berharap untuk melanjutkan pengujian tersebut tahun ini dan menyetujui mobil Level 3 pertama negara itu pada tahun 2026, kata sumber itu.
Kementerian Perindustrian Teknologi Informasi China dan Changan tidak menanggapi permintaan komentar. Xiaomi mengatakan pihaknya bekerja sama dengan penyelidikan polisi atas kecelakaan yang melibatkan unit produknya.
Sistem bantuan pengemudi dipandang oleh analis industri sebagai medan pertempuran besar berikutnya di pasar mobil China yang sangat kompetitif.
Selama satu dekade terakhir, sistem Level 2 telah menjamur di China, termasuk sistem Full Self Driving milik Tesla, serta fitur Xiaomi yang terlibat dalam kecelakaan Maret lalu.
Kemampuannya berkisar dari mengikuti kendaraan dasar di jalan raya hingga menangani sebagian besar tugas di jalan perkotaan yang sibuk, di bawah pengawasan pengemudi.
Produsen mobil telah menekan biaya hardware ke tingkat yang memungkinkan mereka menawarkan fitur Level 2 dengan sedikit atau tanpa biaya tambahan.
Produsen mobil nomor 1 China, BYD telah meluncurkan perangkat lunak bantuan mengemudi "God's Eye" secara gratis di seluruh lini produknya. Lebih dari 60% mobil baru yang dijual di China tahun ini akan memiliki fitur Level 2, menurut perkiraan dari firma riset Canalys.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kiamat Driver Online Segera Tiba, Tandanya Makin Kencang di AS