Jakarta, CNBC Indonesia - Konflik berlarut-larut terjadi antara Thailand dan Kamboja. Kedua negara tetangga Indonesia tersebut saling melontarkan tuduhan terkait kawasan perbatasan baru. Malaysia turun tangan dan bersedia menengahi kedua negara tersebut untuk melakukan perundingan perdamaian.
Menteri Luar Negeri Malaysia Mohamad Hasan mengatakan para pemimpin kedua negara berkomitmen pada resolusi damai. Pembicaraan antara kedua negara diharapkan akan segera dilaksanakan di Kuala Lumpur.
Mengutip Channel News Asia, usulan tersebut, dibuat oleh Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim dan Menteri Luar Negeri Mohamad Hasan pada Kamis (13/11) lalu.
Perdana Menteri Thailand Anutin Charnvirakul menegaskan, pemerintahnya akan bertindak semata-mata demi kepentingan Thailand tanpa harus berunding atau meminta izin dari siapa pun.
Sebelumnya, pada Senin (10/11), Thailand menangguhkan pelaksanaan perjanjian damai dengan Kamboja setelah sebuah ledakan ranjau darat melukai dua tentara Thailand di dekat perbatasan.
Konflik memanas pada pekan ini. Kamboja telah mengevakuasi ratusan orang dari sebuah desa di sepanjang perbatasan yang disengketakan dengan Thailand pada kamis lalu setelah salah satu warganya dilaporkan terbunuh saat baku tembak.
Selanjutnya, ledakan ranjau tersebut akan diselidiki oleh para pengamat ASEAN, setelah menteri luar negeri Malaysia mengatakan bahwa sebuah tim regional telah melaporkan bahwa ranjau-ranjau yang ditemukan di lokasi kejadian adalah ranjau-ranjau baru.
Tim pengamat ini terdiri dari para pejabat militer dari ASEAN untuk memastikan Thailand dan Kamboja menindaklanjuti dan meredakan ketegangan.
Tim pengamat melakukan investigasi dilokasi kejadian setelah usai satu orang di Kamboja terbunuh dan tiga orang lainnya terluka.
Kamboja mengklaim, pasukan Thailand telah melepaskan tembakan terlebih dahulu, sementara militer Thailand mengatakan bahwa Kamboja yang pertama kali melepaskan tembakan dan tentara Thailand melepaskan tembakan peringatan sebagai balasannya.
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim melalui akun Facebook-nya, mengatakan bahwa ia telah berbicara lewat telepon dengan Anutin dan Perdana Menteri Kamboja Hun Manet.
"Kedua pemimpin ... menegaskan kembali komitmen mereka untuk mengejar resolusi damai, sejalan dengan pemahaman yang disepakati di bawah Perjanjian Perdamaian Kuala Lumpur," tulis Anwar, tanpa menyebutkan kapan dia berbicara dengan rekan-rekannya dari Thailand dan Kamboja.
Kesepakatan Damai Kuala Lumpur, yang juga disaksikan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada KTT Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di Kuala Lumpur bulan lalu, bertujuan untuk mengakhiri permusuhan setelah bentrokan di perbatasan sejak bulan Juli lalu yang menewaskan sedikitnya 43 orang dan membuat lebih dari 300.000 warga sipil mengungsi dari kedua belah pihak.
"Saya menegaskan kembali posisi Malaysia bahwa persahabatan dan gencatan senjata antara kedua negara harus lebih diperkuat sesuai dengan kesepakatan yang disepakati di Kuala Lumpur bulan lalu," tambah Anwar.
Ia juga menyampaikan terkait kesiapan Malaysia untuk terus memainkan peran sebagai fasilitator dalam memetakan jalan menuju perdamaian.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Mohamad Hasan mengatakan bahwa pembicaraan antara kedua negara diharapkan akan segera diadakan, yang kemungkinan besar dilaksanakan di Kuala Lumpur.
"Mereka telah menghubungi kami. Kamboja telah meminta agar pembicaraan diadakan di Kuala Lumpur dan demikian pula dengan Thailand, yang telah meminta agar kami melanjutkan upaya kami untuk mempertahankan gencatan senjata," kata Mohamad pada hari Kamis, seperti dikutip oleh kantor berita Bernama.
Sementara Perdana Menteri Kamboja Hun Manet mengatakan bahwa meskipun berbagai tindakan provokatif selama beberapa hari memicu konfrontasi, Kamboja akan tetap menghormati gencatan senjata.
Di sisi lain, Anutin mengatakan pada hari Rabu bahwa pemerintahnya tidak takut dengan kemungkinan tindakan pembalasan dari AS, dan akan memprioritaskan kepentingan nasional dan keselamatan publik di atas masalah perdagangan, bahkan jika AS menaikkan tarif hukuman atas barang-barang Thailand.
"Saya tidak lagi peduli dengan perdagangan dan negosiasi tarif," katanya, seperti dikutip oleh The Nation.
"Jika kita tidak bisa menjual barang-barang kita ke satu negara, kita akan beralih ke negara lain. Sektor swasta harus bekerja sama. Bagaimana kita bisa menggantungkan masa depan kita hanya pada satu negara?," imbuhnya.
Sebagai informasi, kedua negara tetangga di Asia Tenggara ini telah memperebutkan kedaulatan selama lebih dari satu abad atas titik-titik yang tidak jelas di sepanjang perbatasan darat sepanjang 817 km, yang pertama kali dipetakan pada tahun 1907 oleh Prancis ketika mereka memerintah Kamboja sebagai negara jajahan.
Ketegangan di perbatasan meletus menjadi pertempuran selama lima hari pada bulan Juli, ketika sedikitnya 48 orang terbunuh dan sekitar 300.000 orang mengungsi untuk sementara waktu.
Ledakan ranjau darat di sepanjang wilayah perbatasan yang disengketakan merupakan salah satu katalisator bentrokan, dengan setidaknya tujuh tentara Thailand terluka parah dalam insiden terkait ranjau sejak 16 Juli.
Beberapa ranjau tersebut kemungkinan baru saja dipasang. Namun, Thailand dan Kamboja telah menyepakati gencatan senjata awal pada akhir Juli setelah intervensi dari Trump, serta diplomat Cina dan Anwar.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gencatan Senjata Terancam Gagal, Thailand-Kamboja Saling Serang Lagi

2 hours ago
1

















































