Jadi Senjata "Mematikan" China Lawan AS, Apa Itu Logam Tanah Jarang?

6 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Logam tanah jarang menjadi senjata China dalam menekan Amerika Serikat (AS) di tengah perang dagang.

China awal April 2025 memberlakukan pembatasan ekspor terhadap tujuh unsur tanah jarang (rare earth elements/REEs) atau logam tanah jarang dan magnet tanah jarang, yang kini memerlukan lisensi ekspor khusus.

Langkah ini merupakan bentuk pembalasan terhadap tarif AS yang mencapai 145%, dan telah menghentikan pengiriman dari pelabuhan-pelabuhan di China, yang sangat berdampak pada industri-industri AS seperti pertahanan, kendaraan listrik, dan teknologi medis.

AS sangat bergantung pada China untuk pasokan logam tanah jarang. Pasalnya lebih dari 50% mineral kritisnya berasal dari negara tersebut. Pembatasan dari China ini mengancam sektor pertahanan AS (jet F-35, rudal), teknologi (smartphone, chip AI), dan layanan kesehatan (mesin MRI, pengobatan kanker).

Analis memperingatkan potensi kelangkaan, kenaikan harga, dan keterlambatan pasokan, bahkan beberapa perusahaan diprediksi bisa menghadapi pemutusan pasokan secara permanen.

Apa itu Logam Tanah Jarang?
Logam tanah jarang adalah kelompok 17 unsur logam yang memiliki sifat kimia serupa, termasuk skandium, yttrium, dan 15 unsur lantanida. Unsur-unsur ini sangat penting bagi teknologi modern.

Meski namanya "tanah jarang", unsur-unsur ini sebenarnya cukup melimpah di kerak bumi, namun jarang ditemukan dalam konsentrasi tinggi yang layak secara ekonomi untuk ditambang.

Potensi Logam Tanah JarangFoto: Kementerian ESDM
Potensi Logam Tanah Jarang

Etimologi tanah jarang sendiri bukan didasari oleh jumlahnya yang sedikit, mengingat serium, neodimium dan beberapa logam tanah jarang lain memiliki kelimpahan yang lebih besar dari perak, timbal dan timah di kerak bumi.

Hanya saja, secara geokimia logam ini tersebar merata dan jarang ditemukan dalam jumlah banyak di satu tempat, menyebabkan sangat susahnya menemukan deposit utama logam tanah jarang. Sehingga seringkali logam ini tidak ekonomis untuk ditambang sendiri.

Logam tanah jarang (LTJ) atau Rare Earth Element (REE) sempat ramai dibicarkandan menarik perhatian dunia. Logam ini adalah 17 unsur pada tabel periodik kimia, terdiri dari 15 unsur lantanida ditambah skandium dan yttrium.

Sifat magnetik, luminesens, dan elektrokimia yang unik membuat unsur-unsur ini sangat penting untuk berbagai aplikasi teknologi tinggi.

Dilansir dari Badan Riset dan Inovasi Nasiona (BRIN), Rare Earth Elements (REE) atau logam tanah jarang terdiri dari 17 unsur yaitu lanthanum (La), cerium (Ce), praseodymium (Pr), neodymium (Nd), promethium (Pm), samarium (Sm), europium (Eu), gadolinium (Gd), terbium (Tb), dysprosium (Dy), holmium (Ho), erbium (Er), thulium (Tm), ytterbium (Yb), and lutetium (Lu) termasuk Scandium (Sc) dan Y (Yttrium).

LTJ terbentuk pada mineral pembentuk batuan dan umumnya terakumulasi pada mineral-mineral aksesoris pada batuan berkomposisi asam seperti granitoids, contoh pada monasit, senotim, allanit, titanit, zircon, dan seterusnya.

Logam Tanah JarangFoto: Logam Tanah Jarang
Logam Tanah Jarang

Logam tanah jarang memiliki potensi yang sangat luas, seperti magnet permanen untuk mobil listrik dan turbin angin, monitor LED, handphone, laptop, kamera, kulkas, lampu LED, bahkan earphone, kacamata dan sepeda listrik. Maka dari itu, berbagai negara berlomba-lomba untuk memanfaatkan LTJ untuk keuntungan dalam negeri.

Sering disebut sebagai "vitamin industri modern", logam tanah jarang tidak tergantikan dalam berbagai aplikasi teknologi tinggi, mulai dari smartphone dan baterai kendaraan listrik hingga sistem militer canggih dan infrastruktur energi terbarukan.

Namun, rantai pasok Logam tanah jarang sangat terkonsentrasi, dengan China mendominasi produksi dan pemrosesan global.

Dominasi ini telah menjadikan tanah jarang sebagai alat geopolitik yang kuat, terutama dalam perang dagang, paling menonjol antara Amerika Serikat dan China.

China, Penguasa Logam Tanah Jarang

Sejak 1980-an, China secara strategis mengembangkan industri rare earth-nya. Dengan menawarkan harga rendah dan menanggung biaya lingkungan, China kini menguasai dua pertiga produksi global.

Hasilnya, menurut U.S. Geological Survey, pada 2022:

  • China menghasilkan sekitar 70% tambang unsur tanah jarang global.
  • Memproses lebih dari 90% pasokan dunia.
  • Menguasai 90% produksi magnet permanen berbasis tanah jarang.

Dominasi ini memberi China pengaruh besar dalam konflik dagang. Contohnya, pada 2010 China membatasi ekspor logam tanah jarang ke Jepang karena perselisihan wilayah, yang menyebabkan lonjakan harga global. Hal ini menunjukkan bagaimana China siap menggunakan REE sebagai senjata geopolitik.

Amerika sangat rentan terhadap kebijakan unsur tanah jarang dari China, karena sejumlah alas an:

  • Sekitar 70% impor unsur tanah jarang AS antara 2020-2023 berasal dari China.
  • Militer AS, termasuk jet F-35, rudal Tomahawk, dan drone Predator, sangat bergantung pada unsur tanah jarang berat.
  • Sektor manufaktur, khususnya pertahanan dan teknologi tinggi, menghadapi risiko keterlambatan dan kenaikan harga.

AS hanya memiliki satu tambang unsur tanah jarang aktif, namun tidak mampu memproses unsur tanah jarang berat-bijihnya masih dikirim ke China.

Sejak tahun 1980-an, industri unsur tanah jarang AS melemah setelah China mendominasi pasar global. Hal ini menjadi alasan Presiden Trump mendorong kerja sama mineral dengan Ukraina dan bahkan menunjukkan ketertarikan pada Greenland, wilayah dengan cadangan unsur tanah jarang terbesar ke-8 di dunia.

Bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia juga semakin serius digarap yang berupa hasil tambang berjenis zirkonium dan thorium. Hal ini dibeberkan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Indonesia memiliki logam tanah jarang di beberapa lokasi saja dengan total cadangan1,5 miliar ton, seperti monasit, senotim, zirkonium silikat, rare earth ferotitanat, bijih nikel laterit, dan potensi lainnya.

Berdasarkan "Kajian Potensi Mineral Ikutan pada Pertambangan Timah" yang dirilis Kementerian ESDM pada 2017, logam tanah jarang ini tersebar di beberapa daerah, antara lain Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi, dan Papua.

Kendati total cadangan LTJ Indonesia sebesar 1,5 miliar ton, namun pada dasarnya LTJ dapat dihasilkan dari produk samping timah, contohnya adalah monasit dan senotim.

Potensi Logam Tanah JarangFoto: Kementerian ESDM
Potensi Logam Tanah Jarang

Dilansir dari Booklet Kementerian ESDM2020 dicatatkan bahwa Indonesia telah memiliki sumber daya monasit sebesar 185.179 ton logam yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi cadangan. Sedangkan untuk senotim, Indonesia telah memiliki sumber daya senotim sebesar 20.734 ton logam yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi cadangan.

Namun, Indonesia memang belum melakukan eksplorasi lebih lanjut, sehingga belum diketahui pasti jumlah cadangannya. Dengan demikian, Indonesia juga belum memproduksi logam tanah jarang ini.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(mae/mae)

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |