Big Stories 2025
Emanuella Bungasmara Ega Tirta, CNBC Indonesia
29 December 2025 20:00
Jakarta, CNBC Indonesia- Jika pasar logam dunia 2025 diringkas ke dalam satu tabel, dari lebih dari sepuluh komoditas logam utama yang diperdagangkan global, ada lima yang benar-benar mencetak kinerja ekstrem: platinum, perak, emas, litium, dan tembaga.
Melansir Trading Economics akhir Desember menunjukkan platinum naik 173% secara tahunan, perak 168%, emas 72%, litium 49%, dan tembaga 46%. Di bawahnya, HRC steel hanya naik 27%, sementara bijih besi, titanium, silikon, dan baja China nyaris datar atau negatif. Artinya reli 2025 bukan reli logam secara umum dan lebih selektif.
Platinum berdiri jauh di atas yang lain. Harga menembus US$2.450 per troy ounce, rekor tertinggi sepanjang sejarah. Secara statistik, kenaikan ini lebih besar daripada emas dan perak digabungkan
Penyebabnya bisa ditelusuri langsung ke neraca fisik. Afrika Selatan, sumber lebih dari dua pertiga pasokan global, kembali terganggu oleh masalah listrik, logistik, dan operasional. World Platinum Investment Council memperkirakan defisit 692.000 ons pada 2025, tahun ketiga berturut-turut pasar berada di zona kekurangan.
Inventori platinum dunia kini setara lima bulan konsumsi global, terendah sejak 2020. Ini berarti setiap gangguan kecil langsung memukul harga. Di saat yang sama, permintaan justru tidak melemah seperti yang diasumsikan pasar beberapa tahun lalu. Uni Eropa mulai melonggarkan sikap terhadap larangan mesin pembakaran 2035, membuat produsen otomotif kembali mengamankan platinum untuk catalytic converter.
China memperkuat efek ini setelah kontrak futures platinum diluncurkan di Guangzhou Futures Exchange, yang menarik arus spekulasi dan lindung nilai ke pasar yang pasokannya sudah tipis.
Perak bergerak menghasilkan hasil yang hampir setara. Harga melewati US$76 per ons dan naik sekitar 158% sepanjang 2025. Katalis utamanya datang dari sisi keuangan. The Federal Reserve telah memangkas suku bunga beberapa kali, dan pasar kini memproyeksikan pelonggaran lanjutan pada 2026.
Imbal hasil riil turun, membuat aset non-yielding seperti perak dan emas relatif lebih menarik. Pada saat yang sama, ketegangan geopolitik termasuk blokade minyak Venezuela oleh pemerintahan Trump dan konflik Rusia-Ukraina mendorong arus dana ke aset yang dianggap netral secara politik.
Aliran dana memperkuat pergerakan harga. Bank sentral tetap menjadi pembeli, ETF perak mencatat arus masuk, dan spekulan memanfaatkan lingkungan suku bunga rendah. Hasilnya adalah pasar perak yang didorong bukan oleh konsumsi industri semata, tetapi oleh fungsi moneter. Perak, yang biasanya berada di antara emas dan logam industri, tahun ini lebih berperan sebagai aset lindung nilai.
Emas bergerak lebih terkontrol, tetapi lebih struktural. Harga bertahan di atas US$4.500 per ons, level yang dalam sejarah hanya muncul ketika sistem moneter global berada di bawah tekanan. Sepanjang 2025, dolar AS melemah sekitar 9%, sementara inflasi bertahan di atas target The Fed. Bank sentral dunia membeli sekitar 850 ton emas, mengunci pasokan fisik dari pasar. ETF emas mencatat arus masuk sekitar US$82 miliar atau 749 ton, tertinggi sejak 2020. Ini bukan reli spekulatif jangka pendek. Ini penataan ulang cadangan nilai global.
Tembaga menunjukkan bentuk tekanan yang lebih teknis. Harga konsisten di atas US$5 per pon setelah melonjak dari US$4,97 pada awal November. Bukan karena konsumsi China melonjak tajam, tetapi karena arus fisik terganggu. Selisih harga antara COMEX AS dan LME menciptakan arbitrase besar, mendorong tembaga fisik mengalir ke Amerika Serikat. Akibatnya, stok di LME terus turun, dan porsi canceled warrants meningkat, menandakan banyak logam sudah dikunci untuk pengiriman dan tidak lagi tersedia di pasar spot.
Gangguan ini diperparah oleh sisi produksi. Sejumlah perusahaan tambang besar memangkas panduan output 2025-2026, menghilangkan ratusan ribu ton dari proyeksi pasokan. Citi melihat harga tembaga berpotensi menembus US$13.000 per ton pada awal 2026 dan bahkan US$15.000 jika defisit melebar.
Dengan tembaga menjadi komponen utama jaringan listrik, kendaraan listrik, dan pusat data, pasar mulai memperlakukan logam ini sebagai input strategis, bukan komoditas siklikal.
Litium adalah satu-satunya dari lima besar yang reli karena kebijakan langsung. Harga litium karbonat di China menembus CNY 110.000 per ton setelah otoritas di Yichun membatalkan 27 izin tambang dan menutup operasi besar milik CATL.
Pemerintah China secara terbuka memangkas kapasitas untuk menghentikan perang harga di industri baterai yang memicu tekanan deflasi. Pada saat yang sama, penjualan kendaraan energi baru naik 20,6% secara tahunan dan Beijing berencana menggandakan kapasitas pengisian EV menjadi 180 gigawatt pada 2027. Permintaan kembali naik saat pasokan dipangkas.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)

4 hours ago
3

















































