Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah ambruk pada hari ini, Selasa (11/3/2025) di tengah kekhawatiran investor terhadap potensi resesi di Amerika Serikat (AS) yang disebut sebagai 'Trumpcession'.
Pada Selasa pagi pukul 09.46 WIB, nilai tukar rupiah ada di posisi Rp 16.410/US$1 atau melemah 0,47% terhadap dolar AS. Nilai tukar rupiah saat ini menjadi yang terendah dalam lima hari terakhir. Pelemahan juga menyeret mata uang Garuda kembali ke level Rp 16.400.
Bank Indonesia (BI) buka suara perihal gejolak di nilai tukar tersebut. BI membenarkan adanya efek Trumpcession di balik pelemahan nilai tukar rupiah.
"Betul beberapa mata uang regional, termasuk rupiah, mengalami pelemahan di sesi pagi ini. Faktor pendorongnya adalah adanya atau semakin menguatnya perkiraan ekonomi AS akan mengalami stagflasi atau bahkan bisa resesi, menyebabkan adanya sentimen risk off di pasar global," tegas Kepala Departemen Pengelolaan Moneter (DPM) BI Edi Susianto, Selasa (11/3/2025).
Edi pun menegaskan pelemahan rupiah ini juga dipengaruhi perkembangan di pasar domestik.
"Kelihatannya asing melepas aset dalam rupiah khususnya di saham," kata Edi.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 1,4% ke level 6.503,84. pada pembukaan perdagangan pagi ini, Selasa (11/3/2025).
Sebanyak 264 saham turun, 165 stagnan, dan hanya 72 saham yang naik. Nilai transaksi pada pagi ini mencapai Rp 560,26 miliar yang melibatkan 1,2 miliar saham dalam 42.487 kali transaksi.
Kejatuhan IHSG pagi ini seiring dengan ambruknya bursa Asia-Pasifik dan Wall Street. Di Jepang indeks acuan Nikkei 225 anjlok lebih dari 2% tak lama setelah pembukaan, sementara indeks Topix yang lebih luas turun 1,57%.
Dengan perkembangan ini, BI memastikan akan tetap berada di pasar dengan mengedepankan operasi triple intervension, yakni melalui DNDF, pasar spot dan pembelian SBN di pasar sekunder.
(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Rupiah Gagal Menguat di Tengah Pelemahan Indeks Dolar AS
Next Article Rupiah Menguat Usai BI Putuskan Pertahankan Suku Bunga