Jakarta, CNBC Indonesia - Google bekerja sama dengan perusahaan asal Milan, Italia untuk mengembangkan baterai "udara" yaitu teknologi untuk menyimpan energi di dalam karbon dioksida.
Laporan IEEE Spectrum yang dikutip oleh Futurism menyatakan Google mengumumkan kemitraan dengan startup bernama Energy Dome. Teknologi Energy Dome akan digunakan untuk membangun fasilitas penyimpanan listrik di data center utama mereka di Eropa, Amerika Serikat, dan Asia Pasifik.
Energy Dome mengembangkan teknologi penyimpanan energi di dalam kubah raksasa yang diisi oleh gas karbon dioksida yang terkompresi, seperti sebuah baterai CO2.
Sistem yang digunakan adalah gas dikompresi menggunakan kelebihan energi yang bersumber dari pembangkit listrik hijau. Gas tersebut kemudian dilepas dari kompresi untuk memutar turbin. Fasilitas Energy Dome diklaim mampu menyimpan 200 MWh listrik, yang bisa digunakan untuk memasok listrik 6.000 rumah.
Ketika menyimpan energi, baterai menggunakan energi panas untuk mendinginkan CO2 ke suhu ruang kemudian kondensor digunakan untuk mengubahnya menjadi cair dalam proses selama 10 jam. Ketika listrik digunakan, CO2 diubah kembali menjadi uap dan dihangatkan untuk memutar turbin.
Fasilitas ini diharapkan bisa menutup celah yang ada dalam proses pembangkitan energi terbarukan yang turun naik bergantung kepada ketersediaan sinar matahari atau tiupan angin. Infrastruktur penyimpanan bisa menyimpan energi yang tak terpakai pada puncak pembangkitan listrik, untuk digunakan pada waktu lain.
Energy Dome kini sedang membangun prototipe di lahan seluas 5 hektare di Sardinia, Italia. Jika sukses, fasilitas baru akan dibangun di berbagai lokasi di seluruh dunia termasuk di India dan Amerika Serikat.
Ainhoa Anda dari Google menyatakan pendekatan Energy Dome sangat pas karena bisa digunakan untuk semua jenis pembangkit.
"Standardisasi sangat penting, ini adalah aspek yang kami sukai. Mereka benar-benar bisa menggunakannya secara plug and play," katanya.
Google mencari lokasi yang sudah terpasang dengan infrastruktur jaringan listrik dan punya surplus energi terbarukan. Data center di lokasi tersebut bisa langsung mengambil listrik dari baterai CO2 tersebut.
Solusi Energy Dome juga tidak membutuhkan bahan baku tambahan, terutama mineral tanah jarang yang menjadi komponen utama baterai yang tersedia saat ini.
Namun, baterai CO2 memiliki emisi lebih besar dibanding baterai lithium. Apalagi, jika ada kebocoran yang membuat CO2 bisa mengotori atmosfer.
(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]

4 hours ago
3

















































